Jumat, 20 November 2015

Five on a Treasure Island by Enid Blyton [review]

Judul asli: The Famous Five: Five on a Treasure Island
Series number: first
Author: Enid Blyton
Illustrator (original): Eileen Soper
First published in 1942

Tiga kakak beradik Julian, Dick dan Anne batal pergi ke Polseath untuk berlibur musim panas seperti biasanya. Setelah orangtua mereka menghubungi Paman Quentin dan Bibi Fanny, mereka memutuskan untuk menghabiskan musim panas di Pondok Kirrin bersama paman, bibi, serta sepupu mereka Georgina yang belum pernah mereka temui.

Ketiga kakak beradik tersebut sangat bersemangat bertemu sepupu mereka yang sepantaran itu, terutama Anne karena sama-sama anak perempuan. Tak disangka, meskipun pondok di tepi laut itu sangat homey dan bibi Fanny menyambut mereka dengan ramah dan menyuguhi mereka makanan-makanan enak, namun paman Quentin terkesan sangat galak dan Georgina terkesan angkuh.

Anne bahkan lebih kecewa karena Georgina sama sekali tidak seperti anak perempuan kebanyakan yang gemar bermain boneka dan memakai gaun yang cantik. Sepupu mereka lebih suka dipanggil George, berambut pendek, memakai celana dan bertingkah layaknya anak laki-laki. Singkat kata, George adalah anak yang super tomboy. Terlebih lagi George tidak menerima kedatangan sepupu-sepupunya dengan tangan terbuka. Dia adalah anak tunggal yang terbiasa melakukan segalanya sendiri, dan tidak terbiasa berbagi dan bersosialisasi.

Setelah melakukan beberapa hal bersama-sama, seperti mengajak Tim (anjing milik George yang dititipkan ke seorang anak nelayan) berjalan-jalan, melihat shipwreck, dan mengunjungi pulau Kirrin (pulau kecil milik George dan keluarganya, lengkap dengan reruntuhan kastil tua), George bisa menerima keberadaan Julian, Dick dan Anne, dan bahkan berteman dengan mereka.

Petualangan besar mereka terjadi saat mereka mengunjungi pulau Kirrin.  Mereka sempat terjebak badai, dan harus bernaung di reruntuhan kastil di pulau itu sampai badai reda. Namun badai yang mengejutkan adalah badai tersebut berhasil membuat shipwreck milik leluhur George yang tadinya ada di dasar laut, terangkat ke permukaan dan terdampar di antara batu karang. Tentu saja keempat anak dan anjing mereka yang gatal akan petualangan langsung menggeledah shipwreck tersebut.

Singkat cerita, mereka berhasil menemukan sebuah kotak tua milik leluhur George, dan peta harta karun!

Okeeeey, membaca cerita ini lagi itu ibaratnya seperti walking down the memory lane. Pada jaman dahulu kala.....saat bumi tak sepanas saat ini, ada seorang gadis kecil yang masih duduk di bangku sekolah dasar (iya itu maksudnya saya. Puass? Puasss?). Gadis kecil itu, yang saat itu berusia kira-kira sembilan tahun, tidak tertarik dengan game2 seperti nintendo yang saat itu sedang marak di kalangan anak seusianya. Gadis kecil itu meminta buku pada ibunya. Sang ibu yang adalah seorang guru di SMA, tentu saja meminjam buku-buku dari perpustakaan tempat beliau mengajar. Setumpuk buku dibawanya; ada lima sekawan, lupus, trio detektif Alfred Hitchcock juga buku-bukunya Agatha Christie. Nah, kira2 inilah salah satu buku yang sempat dibacanya kala itu.

Umur segitu memang pas banget untuk membaca kisah petualangan di sebuah pulau dan kastil tua. Maksud saya, ayolah, siapa sih yang saat itu tidak mau menjelajahi kastil tua, berburu harta karun dan menemukan batangan emas? Saya kira hampir semua anak melewati pirate stage dech, hehehe.... *tunjuk hidung sendiri* Jadi wajar saja saya menganggap buku ini bagus sekali.

Saking terkesannya dengan buku ini kala itu, saya memutuskan untuk membaca ulang. Kali ini sengaja dengan yang versi bahasa enggres, biar gregetnya lebih terasa dan bisa membandingkan gitu maksudnya.

Jujur, saya kaget banget waktu membaca ulang kisah ini. Kenapa tidak sebagus yang ada di ingatan saya saat itu????
Oh, well, jelas iya laaah...saya sudah dewasa. Pola pikirnya sudah tidak seperti anak umur sembilan tahun, tentu sekarang saya menganggap buku ini agak hambar, padahal dulu sangat wow.

Dalam hal bahasa, novel ini menggunakan bahasa yang saat ini, yah, sudah tidak lazim digunakan. Kata-katanya terlalu formal untuk dipakai di masa sekarang. Tapi asyik sekali lho membayangkan orang-orang jaman dulu benar-benar berbicara layaknya di novel ini, hehehe... well, it's classic, what d'you expect? Duh...

Ada dua kata yang sampai membuat saya bengong, karena baru kali ini melihatnya digunakan dalam konteks seperti ini; gay dan queer.
Mungkin karena saya kurang piknik ya, atau terlalu banyak membaca buku-buku modern jadi kaget melihat ada kata-kata itu tercetak di buku terbitan tahun 1942 (bahkan Indonesia kita tercinta belum merdeka lho). Saya sampai mengecek kamus, ngoahahaaa..

Berikut contohnya dalam kutipan:

"Rose climbed over the front of it, and the garden was gay with flowers." -Chapter 1

"Isn't she queer -- not waiting to welcome us -- and not coming in to supper -- and not even in yet!" - Chapter 2

"She's awfully queer, I think. She says she didn't want us to come because we'll interfere with her." - Chapter 2

"They thought she qas the queerest girl they had ever known." - Chapter 3

"It would be marvellous to visit the queer little island." - Chapter 5

"It felt very queer and mysterious." - Chapter 5

Contoh di atas hanya sebagian karena masih banyak penggunaan kata queer di buku ini. Jaman sekarang kebanyakan orang tidak memakai dua kata yang saya sebut karena pergeseran makna. Sekarang dua kata tersebut merujuk pada kaum homoseksual. Namun dari banyaknya pengulangan kata itu di buku ini, bisa disimpulkan dahulu kata tersebut masih sering digunakan karena artinya belum seambigu sekarang. Sebenarnya hal ini sering sekali terjadi pada semua bahasa yang hidup (istilah untuk sebuah bahasa yang masih digunakan manusia, dan masih terus berubah dan berkembang).

The Characters

Bicara sebuah novel, apalagi yang klasik seperti ini, tentu tidak lengkap jika tidak membahas masalah karakter. Oke, langsung saja:

Julian adalah "leader" dari grup lima sekawan ini karena memang yang paling tua, dan cowok. Cowok beneran, bukan kayak George yang cowok jadi-jadian, hehehee... Dia penyayang dan perhatian terhadap adik-adiknya. Dia juga tipe orang yang berani mengakui kesalahan (berjiwa ksatria) karena mengaku pada paman Quentin bahwa dia yang melempar box tua yang mereka temukan di bangkai kapal.

Dick adalah adik kandung dari Julian, yang mengalami perubahan karakter, karena dia digambarkan sebagai "cry-baby" oleh Anne beberapa tahun lalu, namun dialah sang "pahlawan" di akhir cerita di novel ini.

Anne ini karakter yang saya paling tidak suka. Kenapa? Yaampun dia itu sok imut, sok cantik dan manja abis! Cintphnya, ada adegan dia disuruh menyimpan rahasia, berkali-kali anak ini membocorkannya. Ember banget deh pokoknya, bermulut besar. Gampang panik, dan di keseluruhan cerita seperti tidak bisa diandalkan. Tipe-tipe cewek damsell in distress, dan saya yg penyuka tipe karakter wanita tangguh tentu otomatis tidak suka sama dia, heheee...

George perubahan karakternya bagus, karena dia yang tadinya anti sosial, bisa mempercayai teman-temannya. Ini memang karakter yang sepertinya dibuat paling "unik" oleh si penulis karena merupakan seorang cewek yang sangat "in denial" bahwa dia terlahir cewek, hehehee...

Aunt Fanny digambarkan sebagai bibi yang baik hati, ramah, pintar masak, dan taat kepada suami. Saking taatnya sampai agak plin plan waktu George kecewa bahwa pulau Kirrin akan dijual dan aunt Fanny seperti bingung sendiri, di satu sisi beliau sudah memberikan pulau itu ke George, di sisi lain, dia harus tunduk pada suami. Tapi menurut saya karakter ini kurang dieksplor. Mungkin karena kemunculannya yang tidak banyak di buku pertama ini.

Uncle Quentin adalah orang yang menurut saya "dangkal". Dia ilmuwan yang sibuk, jika ada yang berisik, dia akan mengusirnya. Sedikit-sedikit memberi hukuman, tidak ramah, dan seperti menyombongkan "aku ini si kepala keluarga! Aku yang bikin aturan!" Kesannya seperti tipikal suami jaman duluuu (iyalah settingnya aja tahun 1942 woy!). Jujur ya, saya jadi ingat almarhum Mbah Kakung yang juga strict seperti tokoh paman ini. Hehee... Tapi waktu di akhir cerita paman Quentin ini berubah ramah karena tiba2 punya harta warisan, beuh...kesannya dia mata duitan bangetttt....

Anyway, novel ini ternyata sudah pernah di film kan pada tahun 1957 dan disutradarai oleh Gerard Landau. Iya, saya juga nggak kenal dia siapa. Bahkan pada tahun itu ibu saya belum lahir, ngoahahaa...

Oh, iya, sekilas mengenai penulis, Enid Blyton ini lahir pada tanggal 11 Agustus tahun 1897 di London dan meninggal pada tanggal 28 November 1968 di London juga. Karya2nya luar biasa banyak dan terkenal, dan kebanyakan tentang anak-anak, karena beliau juga seorang guru. Jika mau lihat dramatisasi kisah hidupnya, ada lho filmnya produksi BBC tahun 2009, dan diperankan oleh Helena Bonham Carter (si pemeran Bellatrix Lestrange di Harry Potter) yang judulnya Enid.

Semoga postingan saya bermanfaat bagi teman2 semuanya. Bye... :-)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...