Sabtu, 05 Juli 2014

A Dash of Magic by Kathryn Littlewood

Paperback, 300 halaman
Seri kedua Bliss novel
Penerbit: Nourabooks, Mizan Fantasi
Tahun terbit: 2013
Penerjemah: Sujatrini Liza


"Kau sudah menjadi sous-chef yang luar biasa selama sembilan tahun terakhir, walaupun kue-kue yang dibuat tidak seajaib yang kita inginkan. Sekaang waktunya bagi Mama untuk menjadi sous-chef-mu. Mama akan berada di sisimu sepanjang waktu." -hal 47-

Setelah pencurian atas Bliss Cookery Booke oleh Aunt Lily di buku pertama, buku kedua ini dimulai dengan Aunt Lily yang memanfaatkan Booke untuk kepantingannya sendiri agar dia bisa terkenal. Lily bahkan memiliki acara TV sendiri, dan menjual produk memasak yang "berbau sihir jahat". Untuk menghentikannya, Rose, yang merasa bertanggung jawab atas hilangnya Booke, menerima tantangan Bibi Lily untuk mengikuti kompetisi Gala (kompetisi memasak internasional) di Paris. Jika Rose menang, maka bibi Lily akan mengembalikan Booke, jika tidak maka Rose dan keluarga Bliss harus merelakan hilangnya Booke untuk selamanya.

Petualangan Rose dan keluarga Bliss pun dimulai ketika mereka harus mengumpulkan bahan-bahan ajaib untuk membuat kue ajaib seperti Deantang Lonceng Notre Dame, atau Rona Ratu Sejati. Untunglah dengan bantuan kakek Balthazar, Gus si kucing yang bisa bicara, juga Jaques yang selalu siap membantu, mereka berhasil mengumpulkan bahan-bahan ajaib tersebt. Namun apakah Rose masih bisa memenangkan Gala ketika bawahan Lily yang jahat berhasil mencuri semua bahan ajaib yang teah dikumpulkan dengan susah payah itu?

Hal yang paling saya suka dari buku ini adalah: Biru. Pinggirannya yang berwarna biru itu memang sangat menggemaskan, jadi tak kuasalah saya untuk menolak panggilan hati untuk memiliki buku ini *halah*. Hal yang saya tidak suka adalah karakter Rose. Dia seharusnya adalah tokoh utama yang...yah, spesial, tapi disini menurut saya Rose sama sekali tidak menonjol. Rasa percaya diri kurang, kemampuan yang pas-pasan, plin-plan, dan...pokoknya biasa saja. Jujur saja saya agak bosan membaca buku ini karena karakter si Rose yang tidak mencolok sebagai "main" karakter ini.

Bagian akhir juga terlihat sangat "berlebihan". Pertama, penampilan Rose saat final. Memang dari awal buku pertama udah digambarkan bahwa Rose memang seorang gadis yang penampilannya "biasa saja". Namun apa iya, kata "biasa saja" itu lantas diartikan dengan Rose yang menghadiri final kejuaraan "memasak" dengan pakaian "tidak higienis"? Baju belepotan adonan kue yang sudah mengering? Heloooo, memangnya dia ke Paris tidak membawa pakaian ganti atau apa? Kenapa pula ibunya membiarkannya tampil di final kompetisi internasional yang notabene "masuk tivi" dengan penampilan kumal? Dan yang kedua, bagian Rose saat menengis dengan air mata mengalir tanpa henti sambil memasak....err, agak berlebihan dech.

Yah, memag sekali lagi saya sarankan, buku ini untuk konsumsi anak SD dan SMP saja, soalnya ceritanya kurang kompleks untuk konsumsi dewasa. Lah terus kenapa saya yang dewasa ini juga baca buku ini? *meringis* #kabur

Every Boy's Got One #Boy3 by Meg Cabot

Paperback, 328 pages
Published by Pan Macmillian, 2005
Language: English





Jane Harris, cartoonist and creator of Wundercat comic, was very excited to be asked by her best friend (Holly Caputo)'s maid of honour in Italy, when she was eloping with her long-term boyfriend, Mark Levine.

It was supposed to be an enjoyable vacation for Jane until she met the best man of Mark's choice: journalist Cal Langdon who didn't believe in a successful marriage. It was hate at first sight for both Cal and Jane, and it was a nightmare for both of them to share a house in an Italian countryside where someone has to walk down the road to the electronic gate to find the fuse box and turn the power back on because you apparently could not turn on the electronic stove while the light was on (this reminds me of my grand's house *grins*).

The plot was very classic, actually, with the maid of honour and the best man as the main characters, I think most of the readers can guess where the story ends. Plus a very cliche pattern of "turning hate into love". Yet despite the cliche, Ms.Cabot could turn it into a very hilarious and interesting story that I enjoyed thoroughly.

This is the third book of the Boys series, and I actually didn't read the second book (*smiles shyly*) but if I had to compare, I definitely would choose the first book over the third. Why? I was a little disappointed by the ending of the book since the characters seemed to suddenly jump from hate to love. I mean one minute they hated each other, and because of Jane's travel diary that was accidentally read by Cal, and booommm...they loved each other to the point that they extended their vacation in Italy. But thumb's up for the overall story, anyway :)
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...