Tampilkan postingan dengan label Rachel Hawkins. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Rachel Hawkins. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 23 April 2016

Spell Bound by Rachel Hawkins [review]

Title: Spell Bound (Hec Hall #3)
Author: Rachel Hawkins
327 pages (read in e-book version)
First published: 2012
Genre: Fantasy
My rating: 4/5

Warning: Jika belum membaca buku pertamanya (Hex Hall) dan keduanya (Demonglass), mohon jangan membaca review saya ini, karena mungkin mengandung spoiler. Saya tidak bertanggung jawab jika anda keracunan spoiler.

Setelah anggota Council menyegel kekuatan sihir Sophie, gadis yang sekarang hanya manusia biasa itu menuruti nasihat Cal dan mencari ibunya di keluarga Brannicks (keluarga wanita petarung dari Irlandia yang memburu Prodigium). Terdampar di rerumputan di tepi hutan, Sophie berhadapan dengan gadis kecil berambut merah, dan setelah melalui adegan kesurupan hantunya Elodie serta dipukul sampai pingsan oleh gadis berambut merah yang lain, Sophie akhirnya bertemu dengan ibunya, Grace. Namun ternyata kejutannya tidak sampai di situ saja, karena ternyata Grace mengungkapkan rahasia yang lumayan menggegerkan, dan merupakan awal mula semua masalah ini.

Sophie berada dalam kegalauan maksimal karena dia sama sekali tidak tahu keberadaan semua orang yang disayanginya, Cal yang masuk ke Thorne Abbey yang terbakar api untuk menolong James Atherton yang dipaksa melalui proses Removal sera Archer Cross di dalam sel. Juga sahabatnya Jenna yang entah di mana. Namun Torin, penyihir pria abad ke 16 yang terjebak di dalam cermin dan sekarang tergantung di Ruang Perang keluarga Brannicks, mengatakan bahwa Sophie akan menjadi seseorang yang mengalahkan kakak-beradik Casnoff dan menyelamatkan mereka semua... atau... dia akan bangkit menjadi pemimpin pasukan demon yang dibangkitkan oleh kakak-beradik Casnoff.

Jika kemarin saya mengatakan bahwa buku kedua lebih "emosional" dari buku pertama, nah... buku ini penuuuhhh dengan "drama", "teenage angst" dan "kegalauan tahap overload". Memang si bagian rahasia keluarga Brannicks yang terungkap itu twist yang sangat keren di awal buku, bahkan sempat bikin wow, meski tidak terlalu mengagetkan, namun cukup wow. Namun setelah itu kesannya pace-nya sangat lambat dengan bertubi-tubi percobaan pencarian grimoire dan mengambalikan kekuatan Sophie, plus, cinta segitiga yang sangat nggak banget antara, yag, bisa ditebak sendiri lah, Cal-Sophie-Daniel. And who the heck is Daniel? Ngahahahahaaaaa you know when you read it.

Memang sih, di buku ini karakter Archer Cross sepertinya memakan usaha double maksimal dari penulis untuk menjadi tokoh yang layak disukai, dan berusaha keluar dari "your typical hot guy in high school". Dan cukup berhasil kok, karena karakter Archer semakin kuat, tapi teteeep, cinta segitiganya ituu....nggak banget aduuuhh.... This is New Moon all over again, Nooooooo....!!!!!! And look what have you done to my sweet Callahan, Ms, Hawkins?! Aaaaaaargh...!!!
*Ika out*

See you in the next post!

Sabtu, 16 April 2016

Demonglass by Rachel Hawkins [review]

Title: Demonglass (Hex Hall #2)
Author: Rachel Hawkins
359 pages (read in e-book version)
First published: 2011
Genre: Fantasy
My rating 4/5

Warning: Jika belum membaca buku pertamanya (Hex Hall), mohon jangan membaca review saya ini, karena mungkin mengandung spoiler. Saya tidak bertanggung jawab jika anda keracunan spoiler.

Sophie Mercer , yang di akhir buku pertama menemukan fakta bahwa dia terlahir sebagai demon generasi keempat, memutuskan untuk melakukan Removal (ritual penghapusan kekuatan sihir yang sangat berbahaya dan mungkin bisa berakibat fatal). Keputusannya ini tentu saja ditentang oleh semua orang, termasuk ibu dan ayahnya, juga tunangannya Cal. Namun ayah Sohie, James Atherton sang Kepala Council, berhasil membujuk Sophie untuk melewatkan musim panas di London, Inggris untuk mempelajari lebih lanjut hal-hal mengenai 'demonisasi'nya sebelum dia memutuskan untuk melakukan Removal. Tentu sahabatnya Jenna si vampir dan Callahan atau Cal tunangannya harus ikut serta.

Bukannya melewatkan musim panas di rumah sang ayah, James Atherton justru membawanya ke markas besar Council yang ternyata merupakan rumah keluarga Thorne, tempat awal mula Alice (nenek buyut Sophie) dirubah menjadi demon melalui sebuah ritual oleh Virgiia Thorne di masa lalu. Pelan-pelan, sejarah keluarga Sophie terungkap di sini. Meskipun begitu, Sophie tetap saja bisa melakukan banyak kegiatan yang menyenangkan di banguanan ala kastil itu, mulai dari father-daughter-bonding time bersama sang ayah, clubbing bersama Nick dan Daisy yang juga sesama demon, hingga pertemuan rahasia dengan Archer Cross yang ditaksirnya.

Buku kedua seri ini terasa lebih "berat" dan lebih "emosional" dari buku pertamanya, meski harus diakui, sarkasme yang lebih banyak bertaburan di buku ini memang membuat suasana membaca jadi segar menyenangkan. Bagian separo awal buku ini rasanya penuh dengan informasi-informasi yang, meskipun tidak bikin terbengong kaget, namun berhasil membuat pertanyaan yang banyak muncul setelah membaca buku pertamanya terjawab dengan masuk akal. Bagi saya, yang memang suka sekali adegan action, bagian separo awal ini agak lambat, namun informatif. Nah, memasuki bagian separo akhir barulah ketegangan memuncak total. Bagian akhir ini pace dan ketegangannya sangat memuaskan, sampai membuat saya berpikir mungkin si penulis sengaja seperti ingin membuat 'bom' maksimal sebagai gong nya, apalagi dengan akhir yang sangaaaaaaattttt menggantung.

Terus terang saya puas maksimal membaca buku kedua ini karena, selain karakter-karakternya yang sepertinya sudah berkembang lebih baik dari buku pertama, ceritanya juga bisa lepas dari bayang-bayang "sekolah sihir Hogwarts". Soalnya memang, jika menengok kembali buku pertama itu, karena settingnya sangat "sekolah sihir", mau tidak mau saya jadi sedikit menganggapnya sebagai fanfiction Harry Potter ala Alternate Universe, hahahaaaa.... Tapi hebatnya, buku ini bisa merubah arah alur cerita agar tidak "Hogwartsy" banget, dan bahkan menyentuh ranah per-politikan dengan lebih menghadirkan peran kelompok-kelompok besar yang berperang di bdang sihir.

Oh iyaaaa, jujur saja, saya di buku ini jatuh cinta sama karakter Alexander Callahan (Cal) yang pendiam, namun hot dan sihir penyembuhannya keren banget.... Dan, jujur saja ya, si Archer Cross, love-interest-nya Sophie itu, saya bahkan nggak tau dia bagusnya apa selain digambarkan sebagai "typical hot guy at school that every girl loves", eurghhh....cetek.

Sekian dulu cuap-cuap saya tentang buku ini, enjoy! See you in the next post ^_^

Sabtu, 09 April 2016

Hex Hall by Rachel Hawkins [review]

Title: Hex Hall (Hex Hall #1)
Author: Rachel Hawkins
323 pages
First published: 2010
Genre: Fantasy
(read in e-book version, English language)
My rating: 4/5

"So if you can heal with your touch, why are you working here as like, Hagrid, or whatever?" -- Sophie Mercer
Sophie Mercher selama ini dibesarkan oleh ibunya yang manusia biasa, berpindah-pindah tempat tinggal selama 16 tahun hidupnya. Ketika sebuah 'mantra cinta' yang gagal dan memporak-porandakan pesta prom di sekolahnya yang lama, Sophie mendapati ayahnya mengirimnya ke sekolah asrama terpencil bernama Hecate Hall. Di Hecate Hall, Sophie mendapati dirinya seasrama dengan berbagai macam Prodigium; mulai dari witch dan warlock, faery, shapeshifter, sampai vampir.

Kehidupan barunya di Hecate Hall membuka matanya atas beberapa hal yang selama ini tidak diketahuinya; seperti asal mula para makhluk sihir, dan latar belakang keluarganya, dan jati diri ayahnya yang sebenarnya. Celakanya, hal ini justru membuatnya terlibat banyak masalah. Tiga penyihir cantik berusaha merekrutnya masuk coven untuk alasan yang mencurigakan, dan para guru sepertinya membencinya. Belum lagi sepertinya sahabatnya dituduh membunuh teman seasramanya, dan Sophie sepertinya naksir seorang warlock paling ganteng di sekolah yang, ups, sudah punya pacar.

Dari ringkasan cerita di atas, memang sepertinya ini buku fantasy standar yang biasa-biasa saja, tidak ada yang istimewa. Saya juga tidak mengharap bakal suka sama buku ini, lho.... Tapi tentu saja, ternyata buku ini, diluar dugaan saya, berhasil membuat saya tidak bisa berhenti membacanya sampai selesai, hehehee.... Padahal niatnya cuma iseng baca buku ini sebelum tidur, weleh, kebablasen sampai habis ;p

Jadi, apakah plot buku ini klise? Saya jawab ya! Klise dan tidak original. Maksud saya, let's face it, Hogwarts rings a bell? Nah, dengan ide tentang "sekolah sihir", mau tidak mau, kita akan selalu membandingkannya dengan Harry Potter. Tapi saya salut karena penulis sepertinya tidak terjebak di 'lingkaran klise' itu. Tante Hawkins berhasil meramu kisah yang tidak original menjadi unik dan menemukan orisinalitasnya sendiri secara pelan-pelan. Twist di sana sini, dan suspense yang diletakkan dengan strategis sepanjang isi buku berhasil memukau saya hingga halaman terakhir. Bahasa yang digunakan juga enak dan mengalir lancar, lugas dan tidak berbelit-belit, membuat pace-nya tidak terlalu cepat dan tidak terlalu lambat. Passs banget lah pokoknya.

Oh iyaaa, satu lagi, bagian gong-nya...endingnya bagusss. Saya nggak akan cerita karena takut spoiler, intinya endingnya bikin saya nggak sabar pengen buka buku sequelnya, heheheee... Pokoknya buku ini cocok banget buat penggemar low-fantasy seperti saya.

Oh iya, saya baca versi bahasa Inggrisnya. Sebenarnya saya sempat mengelus-elus buku ini di toko buku waktu keluar terjemahan cetak ulangnya, tapi membayangkan kalau beli 3 buku biar serinya lengkap...aduhmak, dompet lagi kosong, heheheee, jadi baca ebook dech biar ngirit ;p Jadi saya tidak tahu apakah terjemahannya sebagus aslinya atau tidak, soalnya sepanjang yang saya baca, banyak jokes-jokes dan sarkasme yang terlalu cultural sih...dan tahu sendiri kadang yang seperti ini terasa lucu di bahasa aslinya, dan jadi tidak lucu lagi saat diterjemahkan. Eniwei, I love this book a lot.

See you in the next post ^_^
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...