Senin, 28 Maret 2016

My Life in Books [a Book Tag]

Dear my big sister Lila,

Allow me to apologize for taking such a long time in making this post after being forcefully tagged in your blog My Book Corner  . I know that it has been ages since the unavoidable tag, but let me just fulfill my duty as an allegedly-tagged-party. Since a wise person said to me once that it is better late than never. Thus, I present to you..... (*insert a dramatic music here*) ...."My Life in Books"...!!!


1. Find a book of each your initial

I have a short name, started with the pretty letter "K", and I just love the shape and curve of the letter. Isn't it gorgeous. Sorry, got sidetracked a bit there. Here we go, the book with my initial:
It is a book by an Indonesian author about an eighteen-years-old girl who was found after being the only witness to a tragic robbery at her uncle's house in Bandung. I haven't had the chance to read this book yet even though I've already had this book sitting quietly on my bookshelves *oops*


2. Count your age along your book shelf: What book is it?

If you think this question will reveal my age, well, think again. On second thought, don't think about my age at all because I am forever frozen in my seventeen-years-old body. It happened quite a long time ago. I was a princess in a far-far-away kingdom. We had a long-standing war with the trolls and we were defenseless against them as mere mortals. And in order to save my beloved people in my precious kingdom, I sacrificed my humanity to gain immortality and....

Okay...okay...I'm rambling, hahahaa..... Anyway, I often rearrange my books based on my mood (read to to-be-read or even thick to thin). But this is the book that happened to be there when I counted my age:
This is a companion book from one of my favorite series all the time Percy Jackson. And I think you should read the series first before attempting to read this book.


3. Pick a book set in your city/state/country

I live in Purwokerto, Banyumas, Indonesia. Actually, it is kind of hard to find a book with Purwokerto as the setting since it is only a small town and all that... so, I think Ronggeng Dukuh Paruk by Ahmad Tohari is the best choice for this list, since the author is from Banyumas (same with me, yeay.... *dance*), and of course its setting is my beloved island and country. I also have this book somewhere in my bookshelves and shamefully admit that I haven't read it at all *hiding in embarrassment*


4. Pick a book that represents a destination you would like to travel to

If you ask me about my fantasy-world-destination, the answer is of course the Magical World and Hogwarts to be more specific. But if you ask me about my real-world-destination, then the answer it England and Scotland. And someday....I'll be there to take my Ph.D (*lifting a fist into the air with tears streaming down my cheeks and dramatic music ascending in the background*). You can blame Harry Potter series for those destinations since it is my favorite series of all time, heheheee....


5. Pick a book that is your favorite color

I don't know why I like books that look old, especially the kinds with leather-bindings and look like a classic and with simple lettering. And this book happens to be the one that I like most (judging from the cover design) that is sitting on my bookshelves. I know it is paperback and it has nothing compared to the beautiful leather-bindings that I adore very much, but it looks like a leather-binding, hahahaaaa.... I know I'm weird that way ;p

Oh....and I don't have favorite color. My favorite color changes depends on my mood, so...yeah... *hides behind a pillow*


6. Which book do you have the fondest memory of?
I was in elementary school, and I just moved into a new house. My mother borrowed this book along with many other books from the school library where she was teaching. She did it all the the time for me. I remembered a very nice afternoon sitting in my new bedroom by this giant window and flipping through the pages, immersed and enchanted by the story. So yeah, I have a very fond memory of this book...even though I don't remember the story anymore, hahahaaa.....

But I don't want to re-read it, because as I remember from my last experience of reading one of my childhood books, it kinds of ruined the memory of the book. So let the memory be just a memory, eh? The past is in the past...let it goooo.....*singing Frozen OST*


7. Which book did you have the most difficulty reading?
This book gave me a headache. This is one of the legendary classics and many people love it. I tried soooo hard to like this book. I read the e-book version and also listened to the audiobook version, and.... I managed to fall asleep everytime. And you know it is really really difficult to read a book when that particular book always lulls you to sleep, right? Oh, and you can read my review here .


8. Which in your TBR  pile will give you the biggest sense of achievement?
I say it was a miracle when I got this book in a local bookstore with a reasonable price. I didn't even think twice when I brought this baby to the cashier. Of course I've already browsed the book, and I read one or two famous play. But I haven't had the chance to really sit and read the full content of this book. And I definitely will....someday..... *crossing my fingers*


This is the end of the book tag, and once again, I am soooo sorry it took me several months to finally post it, hahahahaa.... don't hate me, please, mbak Lila ;p

And lastly, in order to continue the sacred line of tag, hereby I solemnly swear to tag these people:
  1. Sany from the blog Jar of Inspirations 
  2. Lia from the blog Magentaurora 
  3. Opan from the blog Kandang Baca 
  4. Dion from the blog Baca Biar Beken
  5. Everyone who reads this post and has a book-blog, congratulations, you are automatically tagged!!!!!! mwahahahahahaaaaaa *evil laugh* 
And if you make this book tag, you are welcome to put the link of your book tag in the comments below :)

Sabtu, 26 Maret 2016

To All The Boys I've Loved Before by Jenny Han [review]

Title: To All The Boys I've Loved Before (#1)
Author: Jenny Han
Language: English (audiobook version)
First published: 2014
Genre: Young Adult, Contemporary, Romance
My rating: 5/5
(sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia)

"If love is like a possession, maybe my letters are like my exorcisms. My letters set me free. Or at least they're supposed to."
Lara Jean Song Covey menyebut dirinya sendiri beserta kakak perempuannya Margo dan adik perempuannya Kitty sebagai "The Song Girls". Mereka semua memiliki nama tengah yang sama "Song" yang merupakan nama keluarga ibunya yang memiliki garis keturunan Korea. Tidak seperti halnya kakak beradik lain pada umumnya, The Song Girls sangat dekat satu sama lain sejak kematian ibu mereka beberapa tahun yang lalu.

Lara Jean yang berusia 16 tahun memiliki sebuah kotak topi vintage pemberian ibunya yang berisi hartanya yang paling berharga dan paling rahasia: surat-surat yang ditulisnya untuk setiap cowok yang pernah dicintainya termasuk cowok super-ganteng-super-populer yang di kelas tujuh mencuri ciuman pertamanya, cowok yang ditemuinya di perkemahan musim panas beberapa tahun lalu, dan mantan pacar kakaknya yang sekaligus juga sahabat dan tetangganya.

Segalanya berawal sejak secara misterius, surat-surat yang ditulisnya terkirim ke semua cowok yang disebut tadi. Tentu saja Lara Jean sangat malu ketika bahkan Peter (yang merupakan idola para cewek dan baru saja putus dari pacarnya) menanyainya tentang hal ini. Apalagi Josh, mantan pacar kakaknya. Rasa malunya membuatnya melakukan tindakan impulsif yang menyeretnya keluar dari dunia fantasinya yang indah...dan menghadapi kenyataan.

I LOVE THIS BOOK...!!!!!

Mungkin teman-teman tahu bahwa saya BUKAN penggemar romance. Apalagi YA romance. Bayangkan betapa terkejutnya saya ketika saya mendapati buku ini sangat W.O.W dan membuat saya terkikik sendiri di sana-sini. Padahal saya mendengarkan versi audiobooknya, yang meskipun sangat bagus dinarasikan, tapi membuat saya jengkel karena saya harus berhenti setiap kira-kira satu jam sekali. Kalau tidak begitu, rasanya panas kuping saya ini disumpal earphone terus-menerus, padahal sebenarnya saya penasaran banget pengen nerusin lagi dan lagi.

Namun seperti segala hal di dunia ini (eaaakk), novel inipun punya kelebihan dan kekurangan; the good and the bad. Jadi mulai dari yang bagus-bagus dulu yaaa....inilah alasan saya sampai kesengsem berat sama novel yang diluar genre favorit saya ini:


  • Plot yang unik. Plot unik yang menceritakan tentang surat-surat yang tidak sengaja terkirim untuk para cowok ini baru pertama kali saya temui di sebuah novel. Tidak klise. Alur ceritanya juga tidak mudah ditebak, bahkan ketika membaca sampai sudah lebih dari separo pun saya masih tidak bisa menebak si penulis akan membuat si tokoh utama berakhir dengan cowok yang mana. Ditambah twist kecil di sana sini yang sangat menghibur, tetap mengandung suspense tapi entah kenapa tetap bisa berkesan 'cute'. Rasanya hampir tiap bab nya mengundang pembaca untuk ber-"aaaaw".
  • Karakter atau penokohan yang kuat, terutama penggambaran karakter para gadis Song. Tokoh utama tidak diceritakan sebagai tokoh yang 'terlalu cantik' atau 'terlalu pintar' atau 'terlalu tidak populer' seperti kebanyakan novel YA lainnya. Penggambaran karakter para cowoknya juga tidak berlebihan dan sempurna, membuat para tokoh terlihat sangat bulat dan nyata. Pokoknya tidak ada kata selain "sempurna" untuk penokohan novel ini.
  • Nyata. Maksud saya dengan "nyata" di sini adalah penggambaran kehidupan keluarga yang sangat nyata. Novel YA pada umumnya terlalu melebih-lebihkan background tokoh utama dengan menambahkan tokoh "ayah yang jahat" atau "ibu yang sakit" atau "perceraian yang bermasalah sehingga membuat si anak depresi berlebihan". Tapi background keluarga yang digambarkan oleh si penulis sangat bagus, tidak "lebay" seperti kebanyakan novel YA lainnya. Pas dan apik.
Daaan....., terlepas dari semua kelebihan yang saya sebutkan di atas, saya mencatat ada dua hal yang bagi saya agak kurang pas:
  • Penggunaan kata "love" yang kesannya sangat gampang terjadi di berbagai situasi. Ini diperjelas dengan narasi si tokoh utama (karena memang diceritakan dari sudut pandang orang pertama) yang seolah-olah melempar kata "love" sembarangan untuk menjelaskan relationship semua orang. Mungkin memang biar pas sama judulnya ya, soalnya kalau pakai kata "like" memang kesannya kurang mantap. Ngoahahahahaaa...
  • Reaksi klise Lara Jean setelah konflik utama terjadi dimana dia harus menghadapi gosip yang beredar bahwa Dia dan Peter...er....oke, cukup, takut spoiler. Intinya reaksi si tokoh utama saat adegan klimaks buku ini justru SANGAT KLISE. Saya sampai mengerutkan dahi pada bagian ini, karena so far...novel ini berhasil menghindari adegan klise, tapi, well,...nothing is perfect kan. Untunglah adegan klise ini tidak berlangsung lama, dan novel ini kembali menemukan ritme uniknya.
Sebenarnya kalau boleh jujur saya memberi 4,7 bintang untuk buku ini. Tapi karena di goodreads tidak berlaku angka desimal kecuali buat average rating, jadi saya bulatkan ke atas. Ahhh, pokoknya saya suka banget lah sama novel ini. Apalagi adegan Halloween dengan banyak referensi ke Harry Potter, just ooowwww.....I love it. 

Dan satu lagi yang saya suka dari novel ini adalah nama si tokoh utama: Lara Jean. Entah kenapa suka banget sama nama ini. Tapi saya memang penggemar nama dengan dua kata sih...semacam Mary Jane, Mary Margareth, Ann Claire, James Olliver atau Don Allen...yah, semacam itulah. Meski nggak bisa mbayangin 'double name' diterapkan di Indonesia sih. Contoh 'Mawar Merah' atau 'Langit Senja' atau 'Bayu Harjo', pasti panggilannya jadi cuma satu kata atau malah satu suku kata saja macam 'Jo' atau 'Ngit', wkwkwk.

Nah, saya yang tidak suka romance saja sampai suka banget lho, sama novel ini...apalagi bagi yang suka romance, sangat rekomended pokoknya. See you in the next post ^_^

Sabtu, 19 Maret 2016

Yuk Membaca Buku Berbahasa Inggris [a bookish talk]

Hai teman-temaaan..... Kali ini saya mencoba bikin postingan non-review yang masih berbau buku. Jika teman-teman suka membaca buku juga, pasti donk ingin sekali-kali cuap-cuap, curhat, dan ngobrol nggak jelas tentang segala hal yang ada hubungannya dengan buku? Nah, berhubung saya juga sepertinya membutuhkan media curhat untuk ngobrolin segala hal seputar buku, terciptalah postingan BOOKISH TALK ini. Semoga bermanfaat :)

Yuk Membaca Buku Berbahasa Inggris

Membaca buku-buku berbahasa Inggris memang masih menjadi kendala bagi sebagian orang Indonesia. Tapi hal itu sebenarnya wajar kok, kenapa? Karena bahasa Inggris di negeri kita tercinta ini masih berposisi sebagai "foreign language" bukan "second language". Hal ini menyebabkan exposure terhadap bahasa Inggris masih sangat sedikit, menyebabkan bahasa Inggris menjadi terasa lebih "asing" dari seharusnya. Tentu hal ini menjadi kendala jika kita ingin menikmati buku berbahasa Inggris, bukan?

Bagaimana bisa menikmati, membaca saja aku susah.... *eh*

Lalu, bagaimana solusinya? Secara teori sebenarnya mudah: kurangnya exposure terhadap bahasa menyebabkan bahasa itu terasa asing. Agar tidak terasa asing, tentu kita harus berusaha menambah exposure kita terhadap bahasa tersebut, bukan? Seperti kata pepatah "practice makes perfect" dan "bisa karena biasa". Dua peribahasa tersebut sangat tepat menggambarkan situasi ini.

Choose A Book Now!

Jika ingin pandai berenang, tentu harus menceburkan diri ke kolam dan berani basah dahulu, bukan? Sama halnya dengan membaca buku berbahasa Inggris; harus berani untuk langsung memilih buku, memegangnya dan mengelus-elusnya dengan sayang dan jangan takut untuk pusing karena merasa tidak bisa membacanya. Pasti bisa! Meskipun butuh waktu, tapi asal yakin bisa, saya percaya tidak ada yang tidak mungkin kok.

Oh ya, sebagai permulaan, jangan malu untuk memilih buku yang tipis dan dengan bahasa yang mudah dipahami. Dalam hal ini, buku anak-anak lebih pas untuk belajar, karena biasanya buku atau novel anak memang sengaja ditulis dengan bahasa yang ringan agar mudah dipahami segmen pembacanya. Jangan takut dianggap kekanak-kanakan, karena, jujur saja, sampai sekarangpun saya masih sangat menikmati novel anak-anak. Salah satu yang menjadi favorit saya adalah Tales of Fourth Grade Nothing-nya Judy Blume.

Selembar Sehari

Bagi yang pertama kali mencoba membaca novel atau buku berbahasa Inggris, memang akan terlihat mengerikan saat menatap ratusan halaman dalam bahasa yang rasanya sulit dipahami. Pertanyaan seperti "Kapan selesainya?" dan "Berapa lama saya akan membaca ini?" pastilah menjadi ancaman yang menyurutkan niat. Well, saran saya cuma satu: jangan bertanya mengenai kapan kau akan menyelesaikan buku itu, tapi nikmati prosesnya. "Enjoy the ride". Dalam belajar bahasa, yang paling penting adalah prosesnya, karena bahasa adalah sesuatu yang tidak mungkin instant. Dengan membaca hanya selembar sehari, mungkin sebelum tidur, toh pada akhirnya akan selesai juga. Lagipula, membaca satu lembar tidak makan waktu banyak lho.... hanya beberapa menit saja :)

Kamus Itu Penting, Tapi Jangan Ketergantungan

Ketika pertama kali membaca buku berbahasa Inggris, kita semua tentu membutuhkan kamus yang bagus. Bahkan, bukan hanya bagi pemula saja, kamus itu wajib hukumnya bagi siapapun yang sedang belajar bahasa, meskipun dia sedang belajar di tingkat PhD sekalipun. Jadi jangan takut terlihat membawa atau membuka kamus lho... Membuka kamus tidak membuatmu terlihat bodoh kok, justru terlihat keren, elegan dan sangat berkelas, heheheee....

Tapiiii......kesalahan fatal yang sering terjadi adalah "terlalu sering membuka kamus". Serius, lho. Jika dalam satu kalimat yang hanya terdiri dari 10 kata dan kau membuka kamus untuk 8 kata diantaranya...well, itu sama saja kau tidak menikmati isi dari buku yang kaubaca.

Lalu bagaimana caranya jika tidak tahu arti kata tertentu? Tebaklah dari konteks kalimatnya. Jika dan hanya jika kau tidak bisa menebak dari konteks kalimatnya...nah, barulah kamus maju perang di sini. Intinya adalah, jadikan kamus sebagai "pilihan terakhir", jangan sedikit-sedikit buka kamus, karena itu tidak efektif. Lagipula jika sebelumnya saya membuka kamus untuk kata "A", saya biasanya malah lupa artinya beberapa menit kemudian, jadi membuka kamus terlalu sering malah justru bikin stress, hahahaa ;p

Hal ini saya lakukan saat saya baru belajar membaca buku-buku berbahasa Inggris, dan memang bagi saya sangat efektif. Tapi teknik ini relatif lho, karena setiap orang berbeda cara belajarnya.

Pasang Aplikasi E-Book Reader di Smartphone

Pada era smartphone seperti sekarang ini, sangat mudah untuk membaca buku berbahasa Inggris. Tinggal pasang, download bukunya, dan bisa baca dimanapun! Yang lebih asyik lagi, biasanya aplikasi-aplikasi tersebut sudah dilengkapi built-in dictionary lhooo... jadi tinggal klik langsung tahu artinya. Saya sendiri paling pas menggunakan aplikasi Moon+Reader, namun beberapa teman saya lebih memilih Aldiko atau Zo:Reader . Apapun tak masalah, asal bisa membuat kegiatan membaca menjadi mudah; menunggu antrian di bank? Membaca buku dulu.... Menunggu bus di halte? Membaca buku dulu.... Ke toilet? Er...eh, itu.....

Saya dan Novel Berbahasa Inggris

Nah, yang terakhir saya mau buka-bukaan nih.... Kapan sih saya mulai suka membaca buku berbahasa Inggris? Belum lama kok....hahaaaa....

Oke, begini ceritanya ya....

Saya berasal dari keluarga sederhana yang orangtua saya bahkan sangat tidak bisa berbahasa Inggris. Saya tahu kok, banyak anak sekarang yang dilatih oleh orangtua meraka berbahasa Inggris sejak usia dini. Jika kalian termasuk yang seperti itu, berbahagialah, kalian sangat beruntung. Namun jika tidak? Tak apa kok....saya yang orang kampung ini juga tidak. Boro-boro bahasa Inggris, saya masih ingat waktu SD berbicara dalam bahasa Indonesia saja saya justru dianggap aneh dan sok karena semua teman saya berbicara dalam bahasa Jawa Ngapak yang sangat medhok. Apalagi di masa itu (duh, jadi merasa tua) di SD negeri (apalagi SD negeri di desa-desa) belum ada pelajaran bahasa Inggris di sekolah. Jadi, kapan saya mulai belajar bahasa Inggris? Tentu saat kelas 1 SMP di sekolah, dengan jam pelajaran yang hanya beberapa jam seminggu. Saat itu saya sudah senang sekali membaca novel, meski kebanyakan terjemahan.

Pada saat kelas 1 SMA, ketika berjalan-jalan di toko buku yang letaknya tak jauh dari sekolah, saya tidak sengaja menemukan buku Jane Eyre karangan Charlotte Bronte dan Treasure Island oleh R.L. Stevenson dalam bahasa Inggris, namun simplified version. Saat itu saya sangat penasaran, dan amazed karena bisa menemukan buku klasik, meski simplified, di sebuah toko buku kecil di kota kecil...duh, itu wow banget rasanya!! Tentu saya beli donk..... Sampai rumah langsung saya baca.....dan nggak mudeng apa isinya!!! hahahaaa....

Saya ingat sekali saya berkali-kali membuka kamus untuk setiap kata sulit yang saya temukan. Dan saat itu belum jaman Handphone, smartphone, dan sebagainya. Bayangkan betapa repotnya membuka kamus halaman demi halaman, mengurutkan kata demi kata....sampai leher saya sakit karena menunduk terus. Dan setelah satu bab selesai dibaca, dengan ratusan kali membuka kamus tentu saja, betapa kagetnya saya bahwa saya tidak mengerti konteks dari kalimat-kalimat yang saya baca. Tentu saya jengkel donk. Saya ingat sekali saya sempat ngambek dan tak mau membuka dua buku itu sampai beberapa lama. Dan kali kedua saya mencoba membacanya, saya sengaja tidak membuka kamus. Ajaib! Justru saya lebih mengerti isinya dengan membaca konteksnya daripada membuka kamus berkali-kali. Novel bahasa Inggris tebal yang pertama kali saya baca adalah Harry Potter nomor 5, 6, dan 7, yang karena tidak sabar menanti versi terjemahannya, sudah saya baca duluan dalam versi bahasa Inggrisnya.

Kemudian saya kuliah di jurusan bahasa Inggris. Dari situ para dosen mulai pelan-pelan menugaskan sebuah cerpen atau novel berbahasa Inggris untuk dibaca, kemudian didiskusikan di kelas. Namun saya masih merasa terbebani, karena novel-novel tersebut tidak ada yang bergenre fantasy, genre favorit saya, hahahaaaa...... Tapi sejak saat itu saya mulai giat mencari ebook-ebook berbahasa Inggris untuk dibaca, dan....sampai sekarang menjadi penimbun ebook sejati :D *lirik tumpukan ebook yang tersebar di semua gadget*

Sekian cuap-cuap saya, semoga bermanfaat bagi teman-teman yang ingin mulai membaca buku-buku berbahasa Inggris :)

Sabtu, 12 Maret 2016

Pride and Prejudice by Jane Austen [review]

Title: Pride and Prejudice
Author: Jane Austen
Language: English
First published: 1813
Genre: Classic, Romance
(the public domain ebook and audiobook version)
My rating: 2/5

"It is a truth universally acknowledged, that a single man in possession of a good fortune must be in want of a wife"
Kalimat tersebut merupakan kalimat legendaris yang menjadi pembuka novel roman klasik legendaris yang merupakan karya legendaris dari penulis wanita yang juga legendaris, Jane Austen. Tolong abaikan berapa kali saya menyebutkan kata 'legendaris' (yes, I'm trying to make a point, thank you).

Elizabeth Bennet merupakan putri kedua dari keluarga Bennet yang memiliki banyak anak gadis yang semuanya belum menikah. Yeah, big deal kan? Tentu saja big deal, karena jaman sekarang pun pertanyaan horror "kapan nikah?" selalu menghantui para gadis yang sudah mulai kuliah (*uhuk* ini bukan curhat *uhuk*), apalagi untuk para gadis muda di abad ke delapan belas. Pada jaman itu (dengan setting Inggris), pernikahan merupakan sebuah "tujuan utama dalam hidup" semua wanita. Dan tentu kau tak bisa menyalahkan bagaimana paniknya Mrs. Bennet memiliki begitu banyak anak perempuan yang belum menikah sehingga beliau berusaha mati-matian untuk membuat putri-putrinya dipinang oleh pria muda kaya.

Ketika Mr. Bingley, pria muda yang kaya datang ke Longborn (maaf kalau nama tempatnya salah, agak-agak lupa #eh), Mrs. Bennet sangat berambisi mengenalkannya dengan putri-putrinya dan berusaha agar salah satu putrinya ada yang "nyantol" dengan si Mr. Bingley ini. Beruntunglah Mr. Bingley tertarik dengan si putri tertua yang paling cantik di antara semuanya, Jane. Sebenarnya saya bingung kenapa si penulis menamai karakter bukunya seperti nama sendiri dan menjadikan karakter ini paling cantik dan paling lemah lembut ya? Hmmm.... narsis much?

Eniwei, Mr. Bingley datang tidak sendiri. Dia ditemani saudara perempuannya Miss Bingley dan Mr. Darcy sahabatnya. Mr. Darcy orang yang...well, katakanlah judes dan dingin, dan Elizabeth yang cerdas sangat tidak suka dengannya. Apalagi ketika mengetahui Mr. Darcy terlibat dalam kerusakan hubungan Mr. Bingley dan saudaranya, Elizabeth tentu sangat marah.

There is a fine line between love and hate
Entah  siapa yang pertama kali bilang seperti itu, tapi buku ini tepat sekali untuk melukiskan kalimat tersebut. Kesan pertama yang buruk, lalu berubah menjadi benci yang sebenarnya diam-diam cinta...well, you know the pattern.

Well, saya nggak akan cerita panjang lebar karena saya kira hampir semua orang tahu kisah dalam buku ini (berkali-kali diadaptasi menjadi film lhooo). Daaaan, bukan hanya tahu lho, tapi banyaaaak banget yang termehek-mehek sama kisah cinta di sini dan terutama terpesona sama si Mr. Darcy yang dari luar dingin tapi sebenarnya sangat perhatian. Terus terang saja karena itulah saya membaca buku ini. Banyak banget yang suka, so why not? I think I'd like it too.

Wrong.

I do not like it. Don't get me wrong, I tried soooo hard to like this book. Serius, saya berusaha banget lho untuk suka buku ini, berusaha membaca versi Englishnya meskipun saya tahu banyak versi terjemahannya yang cetak ulang dengan cover-cover lucu. Saya cuma berpendapat bahwa membaca versi aslinya akan lebih greget, lebih mengena karena biasanya ada sesuatu yang hilang dalam sebuah terjemahan, ada yang kurang...you cannot translate culture, just the language, right? Dan saya baru membaca lima chapter pertama ketika berkomentar "ini buku apaan banget sih, berhalaman-halaman gini cuma untuk ngrasani orang"....dan saat itu saya sudah curiga bahwa saya tidak akan suka buku ini. Tapi tentu saya masih berusaha meneruskan membaca dengan harapan chapter berikutnya akan lebih sesuai selera saya. Dan saya juga mendengarkan audiobooknya. Dan saya juga sengaja menonton film adaptasi tentang kehidupannya Jane Austen supaya saya lebih bisa memahami apa sebenarnya yang dirasakannya ketika menulis novel ini.....and nope! nope! Saya masih tidak suka buku ini sampai kalimat terakhir selesai saya baca. Alhasil, saya cuma memberi 2 bintang saja untuk buku ini.

Iya, saya tahu ini termasuk unpopular opinion, but don't hate me, oke? Mungkin karena selera saya bukan yang tipe romance lempeng begini, atau mungkin karena otak saya memang tidak prima untuk mencerna buku ini, tapi hey, boleh kan berbeda pendapat. Dan alasan saya tidak suka buku ini adalah....

1) Bahasa yang mbulet dan cenderung go-around-the-bush. Iya, saya ngerti kok kalau ini klasik yang pada jamannya orang cenderung berkata "Oh my goodness, that particular piece of garment is rather large, dont you think?" untuk mengungkapkan maksud sebenarnya "Shit, the shirt is too big, right?" 
Ya tapi kan nggak perlu juga berlembar-lembar dialog panjaaaaaaaaaang cuma buat ngrasani orang doank. There is a fine line between beautiful and too much.

2) Plot yang cenderung sangat lempeng, tanpa belok kanan kiri dan tanpa benjolan, muluuussss. Atau memang pengetahuan klasik saya yang kurang atau bagaimana ya, tapi kok menurut saya plotnya terlalu lempeng dan setelah selesai membaca saya cuma bisa komentar "that's it?" sambil mengendikkan bahu.

Disamping semua kritik saya di atas, sebenarnya saya mengerti kenapa Jane Austen menulis novel-novel dengan cerita seperti ini. Jane Austen merupakan wanita yang berpikiran modern pada jaman yang masih terlalu kuno, dia adalah penganut keyakinan "pernikahan itu harus atas dasar cinta", tidak peduli status sosial dan tuntutan masyarakat. Dia merupakan revolusioner, yang sebenarnya mengkritik cara pandang masyarakat pada jaman itu. Jane Austen sendiri memilih untuk tidak menikah sejak paman kekasihnya melarang hubungan mereka...yeah, sedih juga sih....

Eniwei, saya menulis begini bukan berarti menganjurkan agar kalian tidak baca ya... justru baca saja, baru bisa berkomentar suka atau tidaknya, toh buku ini merupakan legend lho...

See you in the next post ^_^

Selasa, 08 Maret 2016

These Broken Stars [review]

Title: These Broken Stars (Starbound #1)
Author: Amie Kaufman, Meagan Spooner
First published: 2013
374 pages
Genre: Science-Fiction, Romance
(audiobook version)
My rating: 3/5

Lilac LaRoux yang berambut merah dan terkenal, merupakan putri tunggal dari pria terkaya di galaksi. Tentu saja semua orang memperlakukannya bak seorang tuan puteri. Kemanapun dia pergi, rombongan gadis-gadis lain selalu mengikutinya...rombongan gadis-gadis yang sebenarnya merupakan bodyguard-bodyguard yang disewa ayahnya untuk menjaganya...sekaligus mengekangnya. Tak sembarang orang bisa mendekatinya, sekalipun dia adalah seorang war-hero.

Tarver Merendsen sepanjang hidupnya berasal dari keluarga sederhana, meski ibunya seorang penyair/sastrawan ternama. Keputusannya untuk masuk ke bidang militer mengantarkannya pada pangkat Mayor dan publikasinya sebagai seorang pahlawan perang...a war-hero.

Lilac dan Tarver pertama kali bertemu di atas sebuah spaceliner (pesawat luar angkasa yang biasa dipakai untuk pesiar) megah bernama Icarus. Tarver terpesona pada Lilac, tanpa mengetahui jati diri gadis itu yang sebenarnya. Sementara Lilac terpaksa bersikap dingin dan menjaga jarak dengan Mayor muda itu, agar ayahnya yang overprotektif tidak mengendus apapun yang terjadi di atas Icarus.

Tiga hari kemudian, Icarus terlempar keluar dari hyperspace (semacam dimensi yang bisa membuat perjalanan antar galaksi jadi cepat. Mungkin semacam "isinya" wormhole. Ah, nggak tau juga, agak bingung saya dengan istilah-istilah science tingkat tinggi ini), dan terjun bebas dan terjatuh ke planet terdekat. Beruntunglah Tarver dan Lilac selamat berkat keahlian mekanik Lilac meluncurkan pesawat sekoci, yang membawa mereka terdampar di planet antah-berantah.

Tarver dan Lilac bekerjasama untuk mengirim sinyal SOS ke angkasa, menanti regu penyelamat. Namun pesawat sekoci yang rusak, dan bangkai Icarus yang remuk tak memudahkan jalan mereka untuk kembali pulang. Ditambah lagi sepertinya ada yang aneh dengan planet tak berpenghuni ini: suara-suara tanpa tubuh, vision-vision yang membingungkan, peringatan tanpa sumber, juga kemunculan tiba-tiba berbagai hal membuat mereka bertanya-tanya...mungkin ada sesuatu di planet ini: bentuk kehidupan cerdas yang lain, namun berbeda dari mereka...

Kenapa saya membaca buku ini? Karena covernya cakeeeeppppp..... ngahahahaaa... Iya, iya saya tahu kok itu alasan paling tidak valid untuk menikmati sebuah buku. Tapi gimanapun juga cover itu sangat berpengaruh bagi saya untuk memutuskan apakah buku tertentu layak dibaca atau tidak. Iya, cetek memang. #plakk

Alasan kedua saya membacanya adalah karena premisnya cukup menjanjikan. Bagaimana tidak, saya lumayan tergila-gila pada sci-fi, bintang-bintang, angkasa, pesawat luar angkasa....ahhh...those things are just wonderful! Lalu ada buku yang menawarkan kisah tentang itu semua, tentu saya iyakan.

Lalu, apakah buku ini sebagus ekspektasi? Yuk, kita bahas satu-satu...

Plot novel ini mengkombinasikan sesuatu yang klise dan unik menjadi satu. Klise? Bagaimana tidak kalau cowok dan cewek yang terpaksa berduaan karena keadaan, lalu perjalanan di antah berantah demi melanjutkan hidup...yeah, banyak th film yang menyajikan tipe serupa. Tapi.....penulis menyajikan sesuatu yang sangat unik, bagian sci-fi nya itu dia....top dech! belum pernah tahu yang begini. Bagus banget cara si penulis mengakali plot nya agar original dengan memasukkan unsur sci-fi yang kuat.

Tapi.... ada tapinya nih, unsur sci-fi yang kuat itu baru muncul di bagian akhir-akhir saja. Yaaahh....sayang banget kan.  Jadi dari awal sampai lebih dari separuh buku ini, sangat berat di bagian romance nya. Meh! Meh banget lah bagian itu (iya, saya bias soalnya saya nggak begitu suka romance). Jadi bisa dibayangkan saya kecewa karena pengennya menikmati sci-fi dengan sedikit romance, eeehh..... malah dapet romance dengan sedikit sci-fi. Halah apah ini nggak banget dech..... Saya kecewa karena sebenarnya unsur sci-fi nya bisa lebih dikembangkan lagi karena sangat original dan bagus, base nya kuat...tapi kenapa oh kenapa si penulis justru mengembangkan sisi menye-menye yang nggak penting itu *jedotin kepala ke bantal*

Tapi overall, bagi yang suka romance (bukan aku) pasti lebih bisa menikmati buku ini kok. Enjoy! See you in the next post! ^_^

Selasa, 01 Maret 2016

Are You There, God? It's Me, Margareth by Judy Blume [review]

Title: Are You There, God? It's Me, Margareth
Author: Judy Blume
First published: 1970
Genre: Children Literature
(audiobook version)
My rating 4/5


Bagi Margareth Simon, usia dua belas tahun adalah usia ketika kau harus memakai deodorant karena pada usia segitulah ketiakmu mulai berbau tidak sedap, untunglah dia masih punya beberapa bulan lagi sebelum usianya dua belas tahun.

Margareth yang baru akan memasuki kelas 6 SD, pindah ke New Jersey, daerah suburban (pinggir kota) New York. karena entah kenapa orang tuanya menginginkan rumah baru dengan halaman untuk berkebun. Margareth bahkan tidak pernah tahu kalau orangtuanya suka berkebun. Kecemasannya akan kepindahannya ke sekolah baru, membuatnya menyambar kesempatan pertama untuk berteman. Dia langsung mengiyakan ketika Nancy, yang tinggal hanya 6 rumah dari rumah baru Margareth, mengajaknya bergabung dengan 'kelompok rahasia'nya bersamma dua orang teman lainnya. Kelompok rahasia tersebut bertemu seminggu sekali sepulang sekolah dan mendiskusikan berbagai hal, seperti misalnya: kapan dan bagaimana rasanya saat pertama kali mendapat menstruasi, daftar cowok paling hot  di sekolah, juga menggosipkan teman sekelas mereka yang tinggi dan berdada besar, Laura Danker.

Ayah Margareth berasal dari keluarga Yahudi. sedangkan Ibu Margareth berasal dari keluarga Nasrani yang taat. Karena perbedaan agama inilah, pernikahan kedua orangtua Margareth ditentang keras oleh orangtua Ibu Margareth, dan selama 15 tahun, mereka menolak berhubungan dengan putri mereka sendiri. Akibatya, Margareth tidak pernah mengenal kakek-neneknya dari pihak Ibu, hanya neneknya dari pihak Ayahlah yang selalu memanjakannya, bahkan mengunjunginya seriap bulan dari New York. Hal inilah yang menyebabkan Margareth tidak beragama karena orangtuanya memutuskan 'elope' atau kawin lari 15 tahun yang lalu dan mengesampingkan perbedaan agama mereka demi cinta. Jadi Margarethlah yang harus memutuskan dia akan memilih agama apa nantinya jika kelak sudah dewasa.

Satu hal yang perlu diingat saat membaca novel ini adalah: BE OPEN MINDED!

Membaca novel ini harus dengan pikiran terbuka karena isu sensitif yang diangkat novel ini, yaitu tentang agama. Ditambah lagi ini novel anak-anak. Ditambah lagi terkadang beberapa orang Indonesia hobi sekali dramatis dan membesar-besarkan hal kecil, dramaqueen. Fiuhh....

Jika pembaca sedikit berpikir, sebenarnya si penulis tidak sedang mengangkat isu agama, tapi lebih ke masalah cultural saja di Amerika sana (dan mungkin juga di negara-negara lainnya). Penulis mencoba membuka awareness bahwa perselisihan dalam keluarga, termasuk yang terjadi akibat pernikahan berbeda agama selalu memakan korban dari pihak "anak". Dalam novel ini, Margareth lah si korban itu. Kebingungan yang dialami Margareth ini tergambar dengan gamblang dan lugu; menyindir namun tidak menggurui, dan dialirkan dalam narasi apik khas anan-anak dari sudut pandang orang pertama.

Isu sensitif lain yang diangkat adalah mengenai puberty dan sex bagi anak perempuan. Saya akui di Indonesia sendiri pendidikan sex masih tergolong tabu bagi sbagian orang. Namun novel ini seolah membawa saya bernostalgia ke masa kelas 6 SD, dimana seorang cewek yang *maaf* menstruasi lebih awal dan berkembang lebih awal daripada teman sepantarannya selalu diperolok dan dijadikan bulan-bulanan, dan digosipkan aneh2, hanya gara-gara sesuatu yang indah dan alami terjadi...well, that's puberty for you, guys. Masa ini juga masa dimana keingintahuan tentang sex dan menjadi dewasa sangat tinggi, dimulai dari tantangan mencium lawan jenis, sampai mencuri majalah playboy milik ayah...dan uniknya, meski pesan moral yang disampaikan tentang pentingnya sex education bagi anak tersampaikan dengan baik, bahasanya pun luwes dan enak...lugu seperti halnya ocehan anak-anak.

Eniwei, saya sangat menikmati membaca, eh, mendengarkan audiobook novel ini yang kurang lebih sepanjang 3 jam. Ah....how to be young... *nostalgia lagi*

Dan, oh iya, ini bacaan yang sangaaaaatttt cewek banget lho, hahahaaa.... 

Enjoy! See you in the next post ^_^
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...