Sabtu, 28 Mei 2016

Fairytale Beginnings by Holly Martin [review]

Title: Fairytale Beginnings
Author: Holly Martin
299 pages
Language: English
Genre: Romance
First published: 2015
My rating: 3/5

Milly Rose was very passionate about history. She was crazy about historical buildings...especially castles because they remind her of fairytales. Her undying love for anything Disney made her into a hopeless romantic twenty-something-years-old girl who saw the world from a pair of rose-tinted-spectacles. Eventhough she believed in a happy ever after, she also believed that it was not meant for her: she had too many bad relationships in the past to prove that.

Lord Cameron Heartstone inherited a castle full of staff and a debt from his father who had been missing from Cameron's life since he was 5 years old. He couldn't pay the debt, even with his royalty from writing successful series, so he had no choice but to fire the entire staff, making the villagers hated him. He was desperate to find solution for his financial problem, and offered his castle to Castle Heritage, a company dealing with historical buildings.

"What if he is your happy ever after? Isn't it worth taking a risk on?"
It started when Milly accepted the job from her company to test a castle named Clover Castle in a remote village. Her car broke down on the way, and she had to walk the rest of the way to the castle with blue roofs and full of turrets. It looked just like a disney castle from Cinderella, and she fell in love with the building instantly.

The Lord of the castle, on the other hand, was unlike Milly's expectations. He was young, big, handsome, and smoking hot. She couldn't fight off the attraction that was blossoming in her mind.

It started innocently enough, with Milly testing the dust and the wall here and there, but of course everything got a bit steamy when she accidentally fell into a hole on the ground just like Alice in Wonderland. After being rescued by Cameron, and accidentally seeing each other naked (ups), things were getting...*ehem*...better between them.

The good thing about this novel is that it presented a little bit adventure here and there and also a bit of mystery here and there. What with the old castle, the history, the storybook-style village, creepy villagers, and odd traditions, And don't forget, the Gray Lady, the ghost that haunted the dungeon of Clover Castle. She was rumored to be protecting the Heartstone family line and the treasure hidden by one of Cameron's ancestors. And what's with the Hearstone Family Curse? And the thousand years of searching true love to break the curse?

I loved the whole fairytale-ish parts of the story, it gives a feeling of reading a nice fairytale when I was a kid. I loved the first half of the book since I don't know what I expected from the story. But the last half of the story seemed so cliche with the appearance of Olivia the PA. I mean, she was a very typical antagonist girl. Can it be anymore obvious? Personally, Olivia's appearance kind of ruined the whole fairytale atmosphere there in the story and turning it into typical contemporary romance, which is a little meh to be honest.

But still, I really enjoyed reading this immensely. Especially the funny parts that cracked me up everytime. And mind you, future readers, that it is also a little bit *ehem* on the adult side, eventhough the sex scenes are pretty mild, actually. By the way, this is my first Holly Martin book, and I think I quite like her writting style.

Enjoy.
See you in the next post ^_^

Sabtu, 21 Mei 2016

A Lady's Pleasure by Renee Bernard [review]

Title: A Lady's Pleasure (Mistress Trilogy #1)
Author: Renee Bernard
357 pages, ebook version
First publised: 2006
Genre: Erotic Romance
My rating: 2/5

Merriam Everett merupakan seorang janda muda yang pemalu. Dia sangat tidak nyaman menjadi pusat perhatian. Maka dari itu sepanjang hidupnya, dia selalu membaur di bagian belakang kerumunan, mencoba untuk tidak nampak dalam masyarakat. Orang-orang bahkan mengatakan dia tidak menarik. Namun ketika Earl of Westleigh, Julian Clay yang maha tampan mengatakan bahwa dia hanyalah "janda berwajah pucat yang tidak menarik", entah kenapa timbul keingina dalam diri Merriam untuk membuktikan bahwa sekali saja, dia bisa menjadi menarik dan diinginkan. Rencananya sederhana, dia datang ke sebuah pesta topeng dengan pakaian bak seorang perayu ulung lengkap dengan cat rambut dua warna dan bahkan tanpa pakaian dalam. Merriam akan merayu Julian Clay, membuatnya menginginkan si janda tidak menarik ini, lalu meninggalkannya begitu saja, membuat pria tampan itu merasa tidak diinginkan. What a revenge!

Sayangnya Merriam tidak memperhitungkan bahwa rayuannya bisa salah sasaran di pesta topeng tersebut. Apalagi rencananya untuk meninggalkan si target sebelum si target puas justru gagal total. Merriam justru mendapati dirinya "merasa sangat diinginkan" oleh seorang pria, dan mendapatkan pleasure yang selama ini hanya bisa dibayangkannya. Tentu Merriam syok bukan kepalang saat bertemu dengan Julian Clay keesokan harinya dan mendapati dia bukanlah sosok yang sama dengan sosok yang berhubungan intim dengannya di pesta itu. Lalu siapa sebenarnya sosok itu? Sosok misterius berpakaian Merlin?

Drake Sotherton sang Duke of Sussex baru saja pulang ke Inggris setelah delapan tahun meninggalkan negerinya. Kepergiannya sering dikait-kaitkan dengan kematian sang istri yang menurut rumor dibunuh sendiri oleh tangannya, membuatnya mendapat julukan The Deadly Duke. Dia kembali untuk membalaskan dendam akan kematian istrina terhadap musuh bebuyutannya, Julian Clay, karena menurutya, Julianlah sebenarnya si pembunuh istrinya itu.

Ketika mengetahui bahwa wanita yang merayu Drake di pesta topeng tersebut adalah Mrs. Everett yang pendiam, Drake curiga bahwa ini ada hubungannya dengan Julian Clay. Drake yakin sekali Merriam dan Julian bersekongkol untuk menghancurkannya. Maka Drake membuat rencana brilian, merebut Merriam dari Julian dengan cara menawari Merriam menjadi Mistress-nya. Merriam yang diam-diam ingin merasakan kembali pleasure yang dialaminya di pesta topeng, tentu setuju. She would have a decadent season, he said. Kecurigaan Drake diperkuat setelah melihat ketertarikan Julian yang secara terbuka flirting2 kepada Merriam.

Saya membaca ini karena kebetulan, hehehee.... Jadi saat itu, pada akhir bulan April 2016, WA Chat Grup BBI Joglosemar sedang ramai membicarakan trilogy ini. Ada beberapa teman yang menyayangkan kenapa lanjutan buku ini tidak ikut diterjemahkan (buku ini sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dan diterbitkan oleh Gagas Media beberapa tahun yang lalu, dengan cover elegan bergambar lilin warna ungu dan tulisan judul warna emas). Mereka mengklaim bahwa mereka penasaran dengan apa yang erjadi di buku kedua dan ketiga. Nah, mulailah muncul usulan kenapa tidak membaca sequel berbahasa Inggrisnya langsung saja? Dari sinilah muncul ketertarikan untuk mengadakan sesi #BacaBarengJoglosemar dengan tema #JoglosemarKipasKipas.
Cover versi Indonesia. Inilah yang menyebabkan buku ini kami juluki "Buku Lilin Ungu"
Jujur saja, saat membaca ini, saya agak terkaget-kaget. Bagaimana tidak, ternyata di bab 1 saja buku ini sudah menyuguhkan aksi panas dengan sangat mendetail. Saya yang masih innocent  agak kaget, heheheee....yah, maklum saja pengalaman saya membaca genre erotika begini masih sangat minim, jadi ya agak-agak merasa tidak nyaman bagaimanaaaaa gitu. Mulai bab 2, justru ceritanya adem ayem, tidak ada yang panas sama sekali. Nah, entah karena berkurangnya suhu atau karena saya syok, saya justru berhenti membaca buku ini sampai hampir 3 mingguan. Saya akhirnya menguatkan jiwa dan raga dan memutuskan untuk meneruskan membaca sampai akhir. Horeeee.... berhasiiillll.... *masukkin kepala ke freezer* #MandiAirEs

Kerana saya tidak banyak pengalaman dengan genre macam ini, pendapat saya mungkin sedikit bias. Ah, tapi nggak papa, berpendapat itu bebas kok, hehee... Menurut saya, buku ini plotnya sangat biasa, tidak terlalu menarik, dan terkesan setegah matang. Tapi memang sih kata orang buku seperti ini memang tidak menawarkan plot, tapi menawarkan detail adegan erotis, jadi whatever lah...hahahaaa....

Dalam karakternya sendiri, karakter yang menurut saya terbangun paling bagus adalah karakter Merriam Everett. Mungkin karena dia tokoh utama, atau mungkin karena dia satu-satunya tokoh sentral wanita di novel ini, saya juga tidak tahu. Namun deskripsi tentang Merriam menurut saya sudah cukup membuat pembaca serasa seperti menyaksikan Merriam dalam dunia nyata. Lain halnya dengan dua tokoh sentral pria di sini. Drake dan Julian menurut saya sama-sama membingungkan jika harus dideskripsikan, karena deskripsi tentang sifat mereka terasa kurang, dan menyebabkan penokohan mereka tidak terbentuk sempurna.

Novel ini lebih menekankan ke dialog daripada narasi dalam penggambaran adegan. Namun entah kenapa dialog-dialognya terasa "kaku", membuat saya membayangkan pentas drama anak SMA, bukan film historical romance yang biasa saya tonton. Dialog kaku ini sayangnya juga berakibat agak fatal ke chemistry antar karakter. Rasanya ketiga karakter seolah tidak berinteraksi dengan baik, baik itu persaingan antar prianya, maupun hubungan cinta yang tiba-tiba tumbuh di antara dua sejoli di sini.

Singkat kata, saya tidak terlalu suka sih sama novel ini, tapi jika kalian memang sedang sengaja mencari bacaan erotis yang bisa bikin gerah, silahkan coba baca buku ini...banyak sekali lho adegan-adegan yang bakal membuat kalian membutuhkan kipas angin raksasa, hehehee...

See you in the next post ^_^

Sabtu, 14 Mei 2016

Reading Slump: Kenapa dan Cara Menghadapinya [a bookish talk]

Halloooo.... lagi teman-teman semuanya.... *kedip-kedip centil*
Kita ketemu lagi nih di curhatan nggak penting obrolan saya tentang buku. Kali ini saya akan membahas sesuatu yang dianggap "mimpi buruk" bagi para pembaca buku yang biasa disebut "reading slump" atau "reader's block".


Apa itu reading slump?

Pernah nggak sih kalian tiba-tiba saja tidak ingin membaca buku sama sekali? Bukannya memang tidak mau membaca buku, tapi jika mencoba membaca suatu buku, entah sebagus apapun buku itu, akan jadi buku paling membosankan di dunia. Dan ketika mencoba membaca buku lainnya, justru sama saja membosankannya. Kalau sudah begitu, paling-paling baru satu halaman, biasanya saya sudah ngantuk atau sama sekali nggak paham apa yang barusan saya baca. Menyebalkan bukan? Biasanya setelah itu saya tiba-tiba merasa sedih karena ingin membaca tapi tidak mood membaca, hahahaa....aneh memang. Dan jujur saja, saya termasuk orang yang sering sekali mengalami keadaan reading slump ini, jadi bisa dibilang saya ini seorang moody reader: membaca jika mood saja, dan genre yang dibaca pun juga tergantung mood, heheheee...

Kenapa sih bisa terjadi reading slump?

Menurut saya, pemicu reading slump bagi setiap orang berbeda-beda. Kembali lagi karena sifat dan karakteristik setiap orang yang berbeda, juga kebiasaan membaca dan genre kesukaan yang berbeda. Wajar saja jika penyebabnyapun tidak bisa digeneralisasikan.

Nah, bagi saya sendiri, reading slump yang terjadi pada saya bisa karena berbagai hal, misalnya:
  • Susah move on. Ini biasa terjadi saat saya baru selesai membaca buku yang menurut saya bguuussssss bangeeeeetttt. Saking bagusnya itu buku, kesan yang ditinggalkan di pikiran saya sangatlah mendalam. Biasnya saya sampai terkagum-kagum dan memujinya setinggi langit. Lalu cerita dari buku itu selalu berputar-putar di kepala saya bagaikan siaran ulang, bisa juga sampai terbawa mimpi. Nah, ini biasanya membuat saya enggan membaca buku lainnya karena saya masih kepikiran dengan buku yang terakhir saya baca.
  • Beberapa buku terakhir yang dibaca tidak ada yang berkesan. Membaca banyak buku, tapi tidak ada yang bagus itu nyebeliiiin banget, bikin stress dan bikin kapok. Sampai rasanya skeptis untuk mencoba memaca buku baru, dan entah mengapa, ini justru menjebak saya masuk ke lingkaran setan reading slump.
  • Banyak pikiran. Keadaan stress, temasuk memikirkan banyaknya hutang yang harus dilunasi (*uhuk* bukan curhat *uhuk*) biasanya juga membuat kegiatn membaca yang biasanya menyenangkan menjadi superrr duperrrr membosankan.
  • Sedang fokus untuk melakukan marathon serial TV. Saya sukaaaaa sekali nonton serial TV, terutama serial barat tentang superhero, detektif, thriller, atau kadang juga nonton k-drama dan dorama kalau habis dapet stok film dari teman *lirik mbak Cindy*. Sayangnya hobi saya yang satu ini justru mengurangi jam membaca saya secara drastis, hahahaaaa...
  • Chat di grup WA lebih seru dari bacaan yang saya baca. Nah, penyebab kali ini lumayan ironis sebenarnya. Kenapa? Soalnya grup WA paling aktif di smartphone saya justru grup yang isinya reader dan book-blogger, tapi entah kenapa kalau obrolannya lagi seru nih...misalnya WA BBI Joglosemar lagi ngobrolin KisMis, dan itu lebih menarik dari buku yang saya baca, wah lha iniii...celaka tiga-belas iniii....bacaan saya biasanya langsung tercecer, hehehee...
 Bagaimana cara memerangi reading slump?

Menderita reading slump bukan berarti the end of the world, apalagi menyerah pada si reading slump yang nakal ini. Meskipun mungkin cara-cara yang saya pakai tidak bisa diterapkan bagi semua orang, tapi mungkin bisa memberi ide untuk mengatasi reding slump kalian :)
Yuk langsung saja simak...
  1. Jalan-jalan ke toko buku. Ini sebenarnya alibi untuk melihat buku-buku baru dan beli buku baru sih, hahahaaa.... Tapi jalan-jalan ke toko buku terbukti lumayan ampuh buat mengatasi reading slump saya, karena pada saat jalan-jalan itu, saya melihat pemandangan yang indah, sexy dan mempesona: deretan buku berbagai warna dan ukuran tertata dengan cantiknya di jejeran rak-rak yang seolah tak ada habisnya *sigh*
  2. Blogwalking. Cara ini ampuh juga karena dengan melihat tulisan teman-teman tentang buku, dan membaca antusiasme mereka saat membaca buku tertentu, biasanya bisa membuat saya ikut tertarik membaca buku tertentu.
  3. Menata ulang rak buku. Nah, ini cara yang agak melelahkan karena biasanya pasti selalu diiringi dengan bersih-bersih debu di rak, heheeee.... Tapi dngan cara mengambil buku-buku dari rak, mengusapnya dengan tangan, dan menatanya kembali, bisa membuat rasa ingin membaca timbul lagi lhooo....
  4. Nonton chanel para booktuber. Antusiasme para booktuber saat membicarakan buku bisa menjadi pancingan yang pas dan membat saya semangat membaca lagi.
  5. Coba baca buku dengan genre yang tidak biasa dibaca. Hal ini tujuannya untuk mencari sensasi dan situasi yang baru. Kalau tidak, cobalah memilih genre yang "ringan" bagi kalian, yang saat membaca kalian tidak membutuhkan konsentrasi, serasa makan snack begitu.... Biasanya saya melarikan diri ke komik kalau sedang tidak mood membaca buku apapun. 
  6. Membaca kembali buku-buku all-time-favorite. Biasanya membaca kembali buku favorit juga memicu kenangan indah saat memaca buku itu dan mengingatkan kembali kenapa buku tersebut mejadi favorit saya, juga mengingatkan kembali kenapa saya suka membaca.
  7. Nah, jika cara-cara di atas masih belum berhasil juga, saya biasanya menunggu aja dengan santai sampai reading slump itu pergi sendiri dari tubuh saya, hahahaaa.... Biasanya saya kalau sudah begini nih, saya puas-puasin nonton serial TV marathon yang panjang sampai sepuluh season...nah, biasanya baru dua season saya sudah bosan dan cari bacaan baru sih, hehehee... works everytime.
Sekian ocehan saya entang reading slump. Semoga bermanfaat, dan jika kalian punya cara-cara unik lainnya untuk mengatasi reading slump, please share on the comment below :) Senang sekali jika ada banyak masukan untuk mengatasi rading slump :)

See you in the next post ^_^

Sabtu, 07 Mei 2016

Dilan: Dia Adalah Dilanku Tahun 1990 by Pidi Baiq [review]

Paperback, 332 halaman
Title: Dilan: Dia Adalah Dilanku Tahun 1990
Author: Pidi Baiq
First published: 2014
Publisher: Pastel Books (Mizan Grup)
Language: Indonesian
My rating: 3/5

Tanggal 10 April 2016 kemarin saya dan beberapa teman dari Goodreads Semarang mengadakan Kopdar di Pameran Buku Murah Semarang yang terletak di Gedung Wanita. Bagi yang belum tahu, Semarang Book Fair ini diadakan di Gedung Wanita selama kira-kira seminggu, dua kali setahun, setiap bulan April dan Oktober. Jadi buat yang pengen mborong buku di acara ini dari luar kota, siap-siaplah datang pada bulan-bulan itu. Eniwei, di acara kopdar itu saya mendapat pinjaman buku ini, yang ternyata adalah milik Dina (anggota GRI Semarang dan BBI juga). Usut punya usut, buku ini sudah muter ke hampir semua anak Semarang, dipinjam sana-sini, heheheee... padahal si Dina sendiri sudah pindah dari Semarang ;p

Saya tertarik baca buku ini karena ada angka tahun 1990. Tau sendiri kan bahwa era 90-an dinobatkan sebagai era terfavorit sepanjang sejarah bagi yang mengalami masa kecil atau masa remaja di era ini. Nah, kebetulan di postingan Valentine kemarin, mas Tezar juga merekomendasikan buku ini sebagai romance favorit, jadi bolehlah...coba baca...

Premis yang disajikan buku ini lumayan standar sebenarnya: kisah cewek dan cowok SMA dari mulai kenalan sampai jadian. Sudah. Ya sudah itu saja sebenarnya inti buku ini sih. Serius, cuma itu. Lalu apa sih yang unik sampai sepertinya banyak sekali yang memuji-muji buku ini (setelah melihat bintang bertaburan di Goodreads). Menurut saya pribadi, kelebihan buku ini ada di 3 hal:
  1. Mengangkat tema dan setting tahun 90-an yang pasti, pasti PASTI membuat banyak orang tertarik dan penasaran. Pangsa pasar buku ini jelaslah generasi 90-an yang sedang ingin bernostalgia. Harus diakui mencantumkan angka tahun di judul merupakan teknik pemasaran dan promosi yang luar biasa berhasil.
  2. Bahasanya yang ringan dan menghibur serta tidak menggurui (kecuali beberapa bagian saat si Milea berusaha menerangkan perasaannya sampai sedetail-detailnya dengan segala perumpamaan yang tidak perlu, nah ini baru menggurui...sebel banget kalau sudah nemu bagian yang beginian, untungnya nggak terlalu banyak) di sebagian besar isi buku. Bahasa yang digunakan juga sangat santai. Malah terlalu santai. Anehnya hal ini menjadi sisi unik tersendiri bagi buku ini.
  3. Karakter Dilan yang membuat hampir semua cewek ngiler dan membuat hampir semua cowok ingin menirunya.
Seharusnya buku ini diberi judul "cara-cara pantang gagal untuk mendapatkan cewek cantik", heheheheeee...... Serius ya, baca buku ini rasanya seperti membaca panduan bagi remaja cowok untuk menggaet hati remaja cewek. Bukan berarti itu hal yang jelek sih, bahkan menurut saya bagus. Bagus banget malah bisa memberikan sesuatu yang unik di pasaran novel lokal dengan tema romance tapi tidak lazim.

Buku ini seolah full menceritakan tentang seorang sosok cowok yang tertera dalam judulnya: DILAN.  Dia digambarkan suka seenaknya sendiri, selengehan, lucu, tampan, tegas namun baik hati, memiliki insting yang tajam, anggota genk motor (ini sepertinya disengaja untuk menggambarkan dan menonjolkan ke-cool-an tokoh Dilan ini) namun selalu ranking 1 di kelasnya, dan yang paling utama adalah dia selalu bisa membuat seorang wanita merasa istimewa. Nahhh, siapa coba yang nggak mau merasa diistimewakan?

Pertanyaannya adalah, apakah saya suka dengan tokoh Dilan ini? Jawabannya tentu iya, saya suka dengan tokoh Dilan ini.

Tapi....

Saya juga benci dengan tokoh Dilan ini. Lho kenapa? Karena tokoh ini terlalu dibuat too good to be true sampai rasanya seperti tidak nyata. Menurut saya, tokoh paling sempurna dalam novel adalah ketika dia terasa nyata, baik kelebihan dan kekurangannya. Ketika suatu tokoh terlalu datar, atau terlalu jahat, atau terlalu sempurna....nah, inilah ketika ilusi di sebuah novel justru hancur berantakan dan membuat pembaca mulai mengernyitkan dahi (meski sebagian pembaca juga ada yang sangat menyukai hal ini, lho. Kan setiap orang punya pendapat dan persepsi berbeda).

Nah, kekurangan buku ini sebenarnya cuma satu lho, yaitu tokoh-tokohnya terasa terlalu fiktif, terlalu tidak nyata atau terlalu rata. Misalnya, Dilan yang digambarkan terlalu sempurna, Milea yang digambarkan tidak istimewa, tidak ada kelebihannya kecuali cuma cantik saja, Kang Adi yang digambarkan terlalu klise sebagai saingan cinta Dilan, bahkan tokoh Bunda yang menurut saya agak aneh karena...well, let's face it, itu tahun 1990 lho... sedangkan saya yang mengalami masa remaja tahun 2000-an saja masih banyak menemui teman-teman yang pacaran backstreet gara-gara orangtua tidak mengijinkan pacaran dan sebagainya lah. Nah ini...si tokoh Bunda, juga Ibunya Milea, juga bapak-bapak mereka yang tentara lhoo, tentaraaa.... kok kesannya laid back banget masalah anaknya pacaran gitu. Padahal sejauh pengamatan saya, teman-teman yang memiliki ayah dari latar belakang militer benyak yang mengaku ayah mereka sangat tegas, apalagi ini masalah pacaran-pacaran jaman SMA, di tahun 90 pulaaa... (kalau jaman sekarang sih saya tidak heran, memang lebih banyak orangtua, dari segala kalangan lebih bersikap laid back dan terbuka pada anak-anak mereka). Ya, memang saya tahu bahwa tidak semuanya seperti itu, dan selalu ada pengecualian, tapi ada kan yang namanya balance of probability? Dan kemungkinan akan bertemunya orang-orang dengan karakteristik seperti ini dan menjalin satu kesatuan kisah....hmmm....terlalu kebetulan. Tapi, ah, nggak papa kok, namanya juga novel. Dalam sebuah cerita, berbagai macam kebetulan bisa dimaafkan kok for the sake of the plot, wkwkwk...

Oh iya, ada satu hal yang saya salut dari penulis. Pidi Baiq ini cowok kan ya? Mas Pidi meskipun cowok tapi bisa membuat kisah dari POV seorang cewek remaja, itu bagus lhooo.... POV dari tokoh dengan gender berbeda dari penulis itu sulit, lebih sulit lagi jika karakternya adalah remaja yang...yah, tahu sendiri, terkadang seperti campuran bahan kimia yang tidak stabil, gampang meledak. Thumbs up bagian ini. Meski saran saja, mungkin lain kalikarakternya bisa diperkuat, tidak hanya ditonjolkan "cuma cantik" saja. Karena terus terang ketika menjabarkan karakteristik Milea, saya hanya bisa bilang dia digambarkan sebagai tokoh yang cantik. Sudah. Apakah dia pintar? Saya tidak tahu. Apakah dia egois? Saya juga tidak tahu. Intinya saya tidak tahu-menahu bagaimana menjabarkan tokoh ini dalam kata sifat. Di samping itu, karakter Dilan dibuat agar dia "kebanjiran" kata sifat untuk menggambarkan karakteristiknya, karena sepertinya dia serba bisa dan serba segalanya. Sungguh dua karakter utama yang sangat bertolak belakang deskripsinya dalam sebuah novel.

Dan bagian Dilan ternyata langganan majalah Tempo, seperti bapak-bapak itu...sumpah bikin ngakak, karena adek saya juga cowok yang dari remaja bacaannya majalah intisari....kayak bapak-bapak juga, hahahaaa.... Duh, semoga si adek nggak baca ini, wakakaka....

Eniwei, terlepas dari semua kelebihan dan kekurangan novel ini, saya sangat terhibur lho saat membacanya.... I read this in one sitting, the same day I got this book. Dan buku ini menyelamatkan saya dari reading slump yang sedang saya alami juga saat itu. Horeeeeee..... Sukses juga buat Mas Pidi karena berhasil menulis novel romance dengan rasa yang unik dan berani berbeda. Semoga karya kedepannya semakin bagus.

See you in the next post ^_^


Jumat, 29 April 2016

The Hundred Dresses by Eleanor Estes [review]

Title: The Hundred Dresses
Author: Eleanor Estes
Illustrated by: Louis Slobodkin
Language: English, 80 pages
First published: 1944
Genre: Classic, Children Literature
Awards: Newbery Honor 1945
My rating 4/5

Wanda Petronski adalah gadis kecil dari Polandia yang bersekolah di Connecticut, Amerika. Dia selalu memakai pakaian yang sama setiap kali pergi ke sekolah; gaun warna biru yang warnanya sudah pudar, selalu bersih, namun tidak disetrika dengan rapi. Wanda yang dianggap "berbeda" karena memiliki nama yang keluarga yang tidak lazim, selalu menyendiri, dan memakai pakaian yang sama, akhirnya sering "digoda" oleh teman-temannya. Setiap hari, yang terjadi selalu sama. Peggy, teman sekelas Wanda akan bertanya "Berapa pakaian yang kau punya di rumah?" dan setiap kali Wanda akan menjawab dengan kalimat yang sama "One hundred dresses. All lined up in the closet".

Uniknya, buku ini diceritakan dari sudut pandang sahabat Peggy yang bernama Maddie. Setiap kali Peggy "menggoda" Wanda dengan bertanya jumlah bajunya, Maddie selalu ada di sana, tidak ikut "menggoda" Wanda, namun tidak juga membela Wanda meski Maddie merasa apa yang dilakukan salah. Dan tentu semua orang, termasuk Maddie dan Peggy, jadi bertanya-taya apa yang terjadi pada Wanda ketika tiba-tiba gadis kecil itu tidak muncul di sekolah. Apalagi setelah Wanda memenangkan kontes menggambar!

Novel ini sangat sederhana, namun menurut saya sangat indah dan sarat makna, cocok sekali untuk bacaan anak-anak mengenai arti persahabatan, dan saling memaafkan. Karena ditulis dari sudut pandang Maddie si gadis kecil, bahasanya juga sederhana dan tidak terkesan menggurui, lugu namun jujur. Yang unik, novel ini adalah novel klasik yang menceritakan tentang "bullying" ketika bahkan istilah "bullying" itu sendiri mungkin belum ditemukan atau belum populer. Hal ini dapat dilihat dari penggunaan kata "tease", "ridicule" atau "game" yang dipakai untuk menggambarkan kegiatan "bullying" di sini, namun tak sekalipun istilah itu disebutkan. Ya iyalahhh.... terbit pertama kali sebelum Indonesia merdeka gitu loh...heheheee...

Review ini ditulis sebagai bagian dari Posting Bareng BBI bulan April 2016 dengan tema #BBIChildrenBooks

Enjoy!
See you in the next post ^_^

Sabtu, 23 April 2016

Spell Bound by Rachel Hawkins [review]

Title: Spell Bound (Hec Hall #3)
Author: Rachel Hawkins
327 pages (read in e-book version)
First published: 2012
Genre: Fantasy
My rating: 4/5

Warning: Jika belum membaca buku pertamanya (Hex Hall) dan keduanya (Demonglass), mohon jangan membaca review saya ini, karena mungkin mengandung spoiler. Saya tidak bertanggung jawab jika anda keracunan spoiler.

Setelah anggota Council menyegel kekuatan sihir Sophie, gadis yang sekarang hanya manusia biasa itu menuruti nasihat Cal dan mencari ibunya di keluarga Brannicks (keluarga wanita petarung dari Irlandia yang memburu Prodigium). Terdampar di rerumputan di tepi hutan, Sophie berhadapan dengan gadis kecil berambut merah, dan setelah melalui adegan kesurupan hantunya Elodie serta dipukul sampai pingsan oleh gadis berambut merah yang lain, Sophie akhirnya bertemu dengan ibunya, Grace. Namun ternyata kejutannya tidak sampai di situ saja, karena ternyata Grace mengungkapkan rahasia yang lumayan menggegerkan, dan merupakan awal mula semua masalah ini.

Sophie berada dalam kegalauan maksimal karena dia sama sekali tidak tahu keberadaan semua orang yang disayanginya, Cal yang masuk ke Thorne Abbey yang terbakar api untuk menolong James Atherton yang dipaksa melalui proses Removal sera Archer Cross di dalam sel. Juga sahabatnya Jenna yang entah di mana. Namun Torin, penyihir pria abad ke 16 yang terjebak di dalam cermin dan sekarang tergantung di Ruang Perang keluarga Brannicks, mengatakan bahwa Sophie akan menjadi seseorang yang mengalahkan kakak-beradik Casnoff dan menyelamatkan mereka semua... atau... dia akan bangkit menjadi pemimpin pasukan demon yang dibangkitkan oleh kakak-beradik Casnoff.

Jika kemarin saya mengatakan bahwa buku kedua lebih "emosional" dari buku pertama, nah... buku ini penuuuhhh dengan "drama", "teenage angst" dan "kegalauan tahap overload". Memang si bagian rahasia keluarga Brannicks yang terungkap itu twist yang sangat keren di awal buku, bahkan sempat bikin wow, meski tidak terlalu mengagetkan, namun cukup wow. Namun setelah itu kesannya pace-nya sangat lambat dengan bertubi-tubi percobaan pencarian grimoire dan mengambalikan kekuatan Sophie, plus, cinta segitiga yang sangat nggak banget antara, yag, bisa ditebak sendiri lah, Cal-Sophie-Daniel. And who the heck is Daniel? Ngahahahahaaaaa you know when you read it.

Memang sih, di buku ini karakter Archer Cross sepertinya memakan usaha double maksimal dari penulis untuk menjadi tokoh yang layak disukai, dan berusaha keluar dari "your typical hot guy in high school". Dan cukup berhasil kok, karena karakter Archer semakin kuat, tapi teteeep, cinta segitiganya ituu....nggak banget aduuuhh.... This is New Moon all over again, Nooooooo....!!!!!! And look what have you done to my sweet Callahan, Ms, Hawkins?! Aaaaaaargh...!!!
*Ika out*

See you in the next post!

Minggu, 17 April 2016

Belanja Buku di Festival Buku Murah Semarang 2016 [LPM]

Helloooo.... dari Semarang buat semua teman-teman. Kali ini saya mau setor LPM (Laporan Pandangan Mata) tentang kegiatan kalap bersama kopdar para anggota Goodreads Indonesia (GRI) Wilayah Semarang.

Sebelumnya, sedikit cerita mengenai Semarang Book Fair, ini adalah semacam wadah bagi pembaca dan kolektor buku untuk memperoleh buku-buku dari berbagai macam penerbit dengan beragam diskon lhooo.... Jika beruntung kita bahkan bisa mendapatkan sebuah buku bagus dengan hanya merogoh kocek sebesar Rp.10.000 saja. Asyik bukan? Lebih Asyik lagi, Semarang Book Fair ini diadakan di Semarang (biasanya berlokasi di Gedung Wanita) setiap dua tahun sekali, pada bulan April dan Oktober, selama seminggu penuh setiap kalinya.

Kali ini Semarang Book Fair diadakan mulai tanggal 6-12 April 2016 dengan mengusung tagline Orang Hebat Gemar Membaca, yang dipajang besar-besar di halaman gedung, tentu saya menyempatkan diri berfoto melampiaskan hasrat narsis dahulu. Saya berkunjung ke sini hanya dua kali (tidak seperti Mas Pra yang ke sini setiap hari, eh, ups... #kabur), pada hari pembukaan, yaitu hari Rabu tanggal 6 April dan berhasil membuat saya kalap belanja beberapa buku, beberapa diantaranya adalah Seri Infernal Devices nya Cassandra Clare, lengkap 3 buku (Clockwork Angel, Clockwork Prince dan Clockwork Princess) dengan hanya Rp.20.000 saja per buku. Menurut saya ini sudah oke banget mengingat Seri ini tebalnya minta ampun dan harga aslinya bikin mata melotot dan dompet kering, heheheee... Oh iya, maskot Semarang Book Fair kali ini adalah Raden Gatotkaca, tokoh wayang sakti yang sering dideskripsikan sebagai otot kawat balung wesi yang fotonya dipajang di poster besar di atas pintu masuk. Tidak kalah heboh, seorang pria berkostum Gatotkaca pun masuk ke dalam gedung, dengan mengenakan sepatu egrang yang membuat si Gatotkaca tampak tinggi menjulang sampai tiga meter, dan berfoto-foto dengan para pengunjung di berbagai stand sambil membawa tulisan "Sejuta Buku Untuk Indonesia".
Gatotkaca sedang berpose
Nah, pada tanggal 10 April 2016, bertepatan dengan hari Minggu, teman-teman dari GRI Semarang mengadakan Kopi Darat (Kopdar) pada pukul 10.00. Mas Pra si Pak Ketu, seperti biasa menjadi yang datang paling pagi. Pada saat saya sampai di parkiran gedung pada pukul 9.30 pagi, saya lihat Mas Pra justru keluar dari parkiran, katanya sih mau balik dulu sebentar untuk menaruh buku-buku hasil bookswap biar tidak berat. Jadi saya masuk saja langsung ke dalam gedung seorang diri. Di situ saya langsung menuju "Yusuf Agency", stand favorit saya di situ karena buku-bukunya murah dan banyak, meski saking banyaknya, kita harus teliti mencari buku-buku yang kita inginkan karena rasanya bagai mencari jarum di tumpukan jerami, heheheee.... Saya makin girang karena ternyata koleksi yang dipajang lebih banyak dan lebih beragam daripada hari Rabu lalu! Mulai asyiklah saya memilih-milih, terutama saya memborong novel Agatha Christie yang sedang didiskon dengan harga Rp.15.000 per bukunya. Saat itulah Mas Pra tiba-tiba muncul kembali dan mencuri foto saya yang sedang berjongkok sambil memeluk setumpuk buku...yang, tentu saja fotonya tidak akan saya pamerkan di sini, heheheee. Beberapa saat kemudian barulah Mas Tezar dan Mbak Cindy muncul.
Dari kiri ke kanan: Mbak Cindy, saya dan Mas Tezar. Fotografer: Mas Pra
Sempat agak lama kami berisik tertawa-tawa berdiskusi di situ, sambil sesekali memberi komentar pada buku ini dan itu, dan saling menjerumuskan mengingatkan satu sama lain untuk menambah belanjaan lagi dengan alibi "beli saja, mumpung nemu lhooo...mumpung murah lhooo...". Setelah itu muncullah Kak Vinta, dengan santainya melihat-lihat berbagai macam buku yang ditawarkan. Namun karena Saya, Mbak Cindy, Mas Tezar, dan Mas Pra sudah dari tadi dan agak lama di situ, dan sudah mulai kepanasan karena semakin ramai, kami berempat memutuskan untuk keluar gedung, mencari tempat untuk duduk dan mengobrol santai sambil minum es teh. Dan benarlah, setelah haha-hihi beberapa lama di situ, anggota lain mulai berdatangan termasuk Mbak Lila, Mbak Deli, Sierra, dan Mbak Isna yang datang dengan membawa undangan nikahnya (Selamat ya buat Mbak Isnaaaa #hugs), yang karena sedang kepanasan, justru kita pakai sebagai kipas darurat #ups. Saat sudah berkumpul seperti itu, tentu saja terjadi berbagai macam transaksi, mulai dari pinjam-meminjam buku, sampai bayar utang dan juga bagi-bagi buku gratis, heheheee.... Saya mendapatkan hadiah 6 buku Agatha Christie dari Mas Pra dan 2 buku Variety Art Works dari Mbak Cindy. Duh, senangnyaaaaa..... Terima kasih banyak Mas Pra dan Mbak Cindy, ailapyuuuuuuuuu, heheheee...
Pemberian dari Mas Pra dan Mbak Cindy :)
Karena pemberitahuan mengenai kopdar juga sudah diumumkan di media sosial, Mas Pra bilang akan ada anggota baru yang akan datang bergabung. Dan benar saja, tak lama kemudian, muncullah gadis manis berjilbab yang bernama Cahya, seorang mahasiswa jurusan Tata Kota dari UNDIP yang sangat suka membaca buku-buku sastra.

Setelah puas ngobrol sambil menonton orang-orang berlalu-lalang, tentu kami memutuskan untuk berfoto bersama di depan tulisan tagline, dan di depan poster Gatotkaca di atas pintu masuk.
Dari kiri ke kanan: Cahya, Mbak Lila, Mbak Deli, saya, Sierra, Mbak Vinta, Mbak Cindy, Mbak Isna dengan Mas Tezar di depan sendiri sedang jongkok. Fotografer: Mas Pra
Setelah puas berfoto, beberapa teman memutuskan untuk pulang sementara saya, Mbak Cindy, Mas Tezar, Mbak Deli dan Mbak Isna memutuskan untuk makan siang dahulu karena perut sudah meminta untuk diisi.
Makan siang di Warung Steak and Shake di Jl. Singosari, Semarang. Fotografer: Mas Tezar
Berikut ini ada beberapa foto yang saya ambil dari grup WA:
Kata Mas Pra foto yang bagian bawah itu adalah foto buku-buku yang belum sempat dipajang di Yusuf Agency di hari terakhir pameran. Wah, sayang sekali ya.....

Sekian update LPM dari saya, semoga berkenan :)

See you in the next post ^_^
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...