Jumat, 30 November 2012

Review: IBUK, (by Iwan Setyawan)


Paperback, 293 halaman
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Tahun terbit: 2012

Novel ini termasuk salah satu dari nominasi sepuluh besar KLA (Khatulistiwa Literary Award) 2012. Tentu saja ekspektasi saya sangat besar. Jadi saya membeli buku ini, berharap kehausan saya akan karya anak bangsa yang bagus bisa terobati—jujur saja saya jauh lebih sering membaca novel dengan genre fantasy, yang lebih mudah didapatkan dari novel non-Indonesia.

Buku ini jelas sekali berkisah tentang kehidupan si penulis sendiri, anak lelaki satu-satunya dari lima bersaudara. Tokoh “Ibuk” dalam buku ini tak lain adalah si Ibu dari penulis, bernama Tinah, yang menikah di usia belia dengan sopir angkot bernama Hasyim yang sempat mendapat julukan playboy pasar. Settingnya sendiri di kota Batu, Malang, dan dituturkan sejak kisah cinta Bapak-Ibuk terjalin hingga meninggalnya sang Bapak di bulan Februari 2012.

Beberapa bab awal buku ini berkisah tentang kisah cinta yang lugu dan manis antara seorang pemuda playboy pasar dan gadis belia. Kisah tersebut berlanjut hingga pernikahan mereka, dan kelahiran kelima anak mereka. Setelah itu kisah lebih terfokus pada si anak lelaki dalam keluarga (Bayek), mulai dari kuliah, bekerja di Jakarta, hingga lika-liku kehidupan dan kariernya di New York.

Ibuk dan Bapak merupakan tokoh orangtua tangguh yang meskipun dalam kemiskinan dan kesulitan, selalu berjuang untuk masa depan dan kebahagiaan kelima anaknya (Isa, Nani, Bayek, Rini, Mira). Mereka bahkan harus berhutang hanya demi membeli sepatu baru anaknya. Yang patut dikagumi adalah kesadaran kedua orangtua mereka terhadap pentingnya pendidikan, dan inilah, yang menurut saya menjadi kunci perubahan nasib dan kehidupan mereka sekeluarga di masa depan.

Jujur saja, buku ini agak dibawah ekspektasi saya. Saya menikmati membaca beberapa bab awalnya sebagai sebuah kisah yang manis, namun semakin ke belakang, banyak sekali tulisan-tulisan yang menurut saya terus diulang-ulang oleh si penulis (meski dengan kalimat yang agak berbeda, namun intinya sama); contohnya adalah ketika si penulis menggambarkan karakter dan sifat si Ibuk atau si Bapak, dan ketika si penulis berkali kali menceritakan hasrat hatinya sepanjang pertengahan cerita hingga akhir (agak seperti curcol). Saya tahu bahwa si penulis ingin memberi penekanan tertentu terhadap beberapa bagian di buku ini, namun hal ini malah membuat saya agak jengah dengan membaca hal yang sama diulang-ulang. Juga ketika dalam beberapa bab tertentu, tiba tiba sudut pandang berubah dari orang ketiga menjadi orang pertama (biasanya hanya dua sampai tiga halaman saja), lalu berubah lagi menjadi sudut pandang orang ketiga. Bagian ini saya rasa agak tidak perlu, kecuali dari awal kisah memang sudah direncanakan akan berganti-ganti sudut pandang.

Finally, meskipun disana-sini masih banyak kekurangan, buku ini mampu menginspirasi pembaca untuk selalu menggapai mimpi tanpa kenal lelah. Lumayan juga quote-quote yang bisa diambil, terutama dari dialog si tokoh Ibuk. Dan yang terpenting, siapapun kita bebas untuk bermimpi dan berusaha untuk meraihnya. Kalau mereka bisa, kenapa kita tidak?

8 komentar:

  1. hmm...kalo membaca beberapa review dan komentar tentang buku2 si penulis, sepertinya penulis memang masih mendasarkan buku2nya ke pengalaman pribadinya ya. mungkin buku selanjutnya harus ganti haluan biar terasa lebih menyegarkan. anyway, aku malah belum pernah baca buku2 karya Iwan, meski pernah dikenalin sama orangnya yang terlihat sangat humble =D

    BalasHapus
    Balasan
    1. orangnya humble yach,,,aduh, jd ga enak udh ngritik bukunya heheheee... ^_^

      Hapus
  2. Wah, penasaran sama buku ini karena katanya jauh lebih matang daripada buku pertamanya. Tapi sepertinya jangan berekspektasi terlalu tinggi dulu kali ya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. gtau jg ya, mungkin ini gara2 aku blm baca buku pertamanya :D

      Hapus
  3. Wah, ngga jadi pinjem, Ka hahaha... #komensalahjurusan...

    BalasHapus
  4. baru baca bukunya Iwan yg tentang kota Apel itu tanggapannya biasa, tapi kepengen baca ini gara-gara bertema tentang Ibu :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. baca aja mba Sulis, meskipun terkesan lugu, banyak pengalaman pribadi si penulis yg bisa jd teladan jg kok ^_^

      Hapus

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...