Sabtu, 12 Maret 2016

Pride and Prejudice by Jane Austen [review]

Title: Pride and Prejudice
Author: Jane Austen
Language: English
First published: 1813
Genre: Classic, Romance
(the public domain ebook and audiobook version)
My rating: 2/5

"It is a truth universally acknowledged, that a single man in possession of a good fortune must be in want of a wife"
Kalimat tersebut merupakan kalimat legendaris yang menjadi pembuka novel roman klasik legendaris yang merupakan karya legendaris dari penulis wanita yang juga legendaris, Jane Austen. Tolong abaikan berapa kali saya menyebutkan kata 'legendaris' (yes, I'm trying to make a point, thank you).

Elizabeth Bennet merupakan putri kedua dari keluarga Bennet yang memiliki banyak anak gadis yang semuanya belum menikah. Yeah, big deal kan? Tentu saja big deal, karena jaman sekarang pun pertanyaan horror "kapan nikah?" selalu menghantui para gadis yang sudah mulai kuliah (*uhuk* ini bukan curhat *uhuk*), apalagi untuk para gadis muda di abad ke delapan belas. Pada jaman itu (dengan setting Inggris), pernikahan merupakan sebuah "tujuan utama dalam hidup" semua wanita. Dan tentu kau tak bisa menyalahkan bagaimana paniknya Mrs. Bennet memiliki begitu banyak anak perempuan yang belum menikah sehingga beliau berusaha mati-matian untuk membuat putri-putrinya dipinang oleh pria muda kaya.

Ketika Mr. Bingley, pria muda yang kaya datang ke Longborn (maaf kalau nama tempatnya salah, agak-agak lupa #eh), Mrs. Bennet sangat berambisi mengenalkannya dengan putri-putrinya dan berusaha agar salah satu putrinya ada yang "nyantol" dengan si Mr. Bingley ini. Beruntunglah Mr. Bingley tertarik dengan si putri tertua yang paling cantik di antara semuanya, Jane. Sebenarnya saya bingung kenapa si penulis menamai karakter bukunya seperti nama sendiri dan menjadikan karakter ini paling cantik dan paling lemah lembut ya? Hmmm.... narsis much?

Eniwei, Mr. Bingley datang tidak sendiri. Dia ditemani saudara perempuannya Miss Bingley dan Mr. Darcy sahabatnya. Mr. Darcy orang yang...well, katakanlah judes dan dingin, dan Elizabeth yang cerdas sangat tidak suka dengannya. Apalagi ketika mengetahui Mr. Darcy terlibat dalam kerusakan hubungan Mr. Bingley dan saudaranya, Elizabeth tentu sangat marah.

There is a fine line between love and hate
Entah  siapa yang pertama kali bilang seperti itu, tapi buku ini tepat sekali untuk melukiskan kalimat tersebut. Kesan pertama yang buruk, lalu berubah menjadi benci yang sebenarnya diam-diam cinta...well, you know the pattern.

Well, saya nggak akan cerita panjang lebar karena saya kira hampir semua orang tahu kisah dalam buku ini (berkali-kali diadaptasi menjadi film lhooo). Daaaan, bukan hanya tahu lho, tapi banyaaaak banget yang termehek-mehek sama kisah cinta di sini dan terutama terpesona sama si Mr. Darcy yang dari luar dingin tapi sebenarnya sangat perhatian. Terus terang saja karena itulah saya membaca buku ini. Banyak banget yang suka, so why not? I think I'd like it too.

Wrong.

I do not like it. Don't get me wrong, I tried soooo hard to like this book. Serius, saya berusaha banget lho untuk suka buku ini, berusaha membaca versi Englishnya meskipun saya tahu banyak versi terjemahannya yang cetak ulang dengan cover-cover lucu. Saya cuma berpendapat bahwa membaca versi aslinya akan lebih greget, lebih mengena karena biasanya ada sesuatu yang hilang dalam sebuah terjemahan, ada yang kurang...you cannot translate culture, just the language, right? Dan saya baru membaca lima chapter pertama ketika berkomentar "ini buku apaan banget sih, berhalaman-halaman gini cuma untuk ngrasani orang"....dan saat itu saya sudah curiga bahwa saya tidak akan suka buku ini. Tapi tentu saya masih berusaha meneruskan membaca dengan harapan chapter berikutnya akan lebih sesuai selera saya. Dan saya juga mendengarkan audiobooknya. Dan saya juga sengaja menonton film adaptasi tentang kehidupannya Jane Austen supaya saya lebih bisa memahami apa sebenarnya yang dirasakannya ketika menulis novel ini.....and nope! nope! Saya masih tidak suka buku ini sampai kalimat terakhir selesai saya baca. Alhasil, saya cuma memberi 2 bintang saja untuk buku ini.

Iya, saya tahu ini termasuk unpopular opinion, but don't hate me, oke? Mungkin karena selera saya bukan yang tipe romance lempeng begini, atau mungkin karena otak saya memang tidak prima untuk mencerna buku ini, tapi hey, boleh kan berbeda pendapat. Dan alasan saya tidak suka buku ini adalah....

1) Bahasa yang mbulet dan cenderung go-around-the-bush. Iya, saya ngerti kok kalau ini klasik yang pada jamannya orang cenderung berkata "Oh my goodness, that particular piece of garment is rather large, dont you think?" untuk mengungkapkan maksud sebenarnya "Shit, the shirt is too big, right?" 
Ya tapi kan nggak perlu juga berlembar-lembar dialog panjaaaaaaaaaang cuma buat ngrasani orang doank. There is a fine line between beautiful and too much.

2) Plot yang cenderung sangat lempeng, tanpa belok kanan kiri dan tanpa benjolan, muluuussss. Atau memang pengetahuan klasik saya yang kurang atau bagaimana ya, tapi kok menurut saya plotnya terlalu lempeng dan setelah selesai membaca saya cuma bisa komentar "that's it?" sambil mengendikkan bahu.

Disamping semua kritik saya di atas, sebenarnya saya mengerti kenapa Jane Austen menulis novel-novel dengan cerita seperti ini. Jane Austen merupakan wanita yang berpikiran modern pada jaman yang masih terlalu kuno, dia adalah penganut keyakinan "pernikahan itu harus atas dasar cinta", tidak peduli status sosial dan tuntutan masyarakat. Dia merupakan revolusioner, yang sebenarnya mengkritik cara pandang masyarakat pada jaman itu. Jane Austen sendiri memilih untuk tidak menikah sejak paman kekasihnya melarang hubungan mereka...yeah, sedih juga sih....

Eniwei, saya menulis begini bukan berarti menganjurkan agar kalian tidak baca ya... justru baca saja, baru bisa berkomentar suka atau tidaknya, toh buku ini merupakan legend lho...

See you in the next post ^_^

3 komentar:

  1. Akhirnya selesaai.selamaaat ya kaaa. Terlepas suka apa nggaknya, aku yakin dikau pasti bangga udh namatin buku ini XD

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iyaaaaa....buban. Kok tahu sih? Aku banggaaaaa banget loh bisa nyelesein buku ini :D

      Hapus
  2. Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.

    BalasHapus

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...