Kamis, 02 Mei 2013

Review: MOMO by Michael Ende

Paperback, 320 halaman
Penerbit: Gramedia
Tahun terbit: 2004
Penerjemah: Hendarto Setiadi
ISBN: 979-22-0943-3

"Sebagaimana kalian memiliki mata untuk melihat cahaya dan telinga untuk mendengar bunyi, kalian juga memiliki hati untuk merasakan waktu. Dan waktu yang tidak dirasakan dengan hati menjadi hilang sia-sia, bagaikan warna-warni pelangi bagi orang buta dan kicauan burung bagi orang tuli." -hal 187-

Masa lalu, masa kini, dan masa depan merupakan tiga saudara yang takkan terpisahkan. Masa kini hanya ada karena masa depan berubah menjadi masa lalu. Dan masa kini yang kita rasakan seperti berabad-abad, sebenarnya saat kita menatapnya, dia sudah tergelincir menjadi masa lalu pada detik selanjutnya. Dan ketiganya berpusar pada sesuatu yang disebut "waktu" oleh manusia.

"Waktu adalah kehidupan. Dan kehidupan berpusat di dalam hati." -hal 85-
Itulah yang kira-kira coba disampaikan oleh Michael Ende lewat kisah gadis kecil bernama Momo ini. Dia muncul begitu saja entah dari mana di sebuah kota, dengan pakaian kumal dan kedodoran yang asal saja ditemukannya entah di mana. Amfiteater tua yang masih ada di kota tersebut merupakan tempat tinggal Momo yang memiliki kemampuan yang unuk: mendengarkan. Ya, mendengarkan. Dia mendengarkan segalanya, mulai dari celoteh anak-anak yang sering bermain di amfiteater, curahan hati para sahabatnya Beppo Tukangsapujalanan dan Gigi (Girolamo) Pemanduwisata, suara derum mobil di kejauhan, hingga suara malam dan suara alam semesta. Menurut Momo, suara alam semesta seperti musik lembut yang indah, namun benarkah begitu?

Kehidupan di kota tersebut berjalan sangat normal hingga kedatangan para Tuan Kelabu atau para agen yang mengaku datang dari suatu tempat yang bernama Bank Waktu. Mereka mempengaruhi penduduk kota untuk menabung waktu mereka, dan pelan-pelan mencuri waktu mereka. Seluruh penduduk kota pun menjadi sibuk, dan secara misterius berkata 'tidak punya waktu' untuk bertemu teman lama, mengobrol dengan sanak saudara, atau merawat ibu yang sedang sakit. Anak-anak pun banyak yang menjadi korban karena para orang tua tidak punya waktu untuk anak-anak mereka. Keadaan yang semakin gawat pun memicu campur tangan Empu Secundus Minutius Hora, yang meminta bantuan Momo untuk menghentikan para Pencuri Waktu.

Bahasan mengenai waktu, dan bagaimana waktu merupakan hal yang sangat berharga memang menarik. Tema yang serupa juga diangkat oleh Mitch Albom dalam bukunya The Time Keeper (yang review-nya bisa dilihat di sini). Michael Ende dalam buku ini berusaha menyampaikan bahwa waktu merupakan hal yang sensitif, dan harus dimanfaatkan sebaik-baiknya. Sebaik-baiknya bukan berarti mencari uang sebanyak-banyaknya dengan cara bekerja tanpa henti (ingat peribahasa all works and no play makes Jack a dull boy). Namun pemanfaatan waktu bisa juga dengan membantu orang lain, bertegur sapa dengan tetangga, atau berkunjung ke orangtua kita yang sudah sakit-sakitan, karena manusia sejatinya tidak bisa hidup tanpa manusia yang lain.

"Ada suatu rahasia besar yang sangat misterius, namun sekaligus sangat dikenal. Semua orang terlibat, semua orang mengetahuinya, tetapi jarang sekali ada yang pernah memikirkannya. Sebagian besar orang menerimanya begitu saja, tanpa merasa heran sedikitpun. Rahasia itu adalah waktu. Kita mempunyai penanggalan dan jam untuk mengukur waktu, namun itu tidak berarti banyak, sebab kita semua tahu bahwa satu jam bisa terasa seakan-akan tanpa akhir, tetapi bisa juga terasa bagaikan sekejap mata, tergantung apa yang kita alami selama satu jam itu. Sebab waktu adalah kehidupan. Dan kehidupan berpusat di dalam hati." -hal 67-

2 komentar:

  1. Ah Momo... Bukan yang ada hubungan sama Ariel Noah to? #ganyambung #ojodikeplak

    BalasHapus
  2. aku suka buku ini.. ada yang mau jual nggak ya?
    :'(
    salam kenal, btw :)

    BalasHapus

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...