Jumat, 28 September 2012

Review: Artemis Fowl and The Lost Colony (Artemis Fowl #5) by Eoin Colfer

Paperback, 416 halaman; 20 cm
Penerbit (Indonesia): Gramedia Pustaka Utama
Penulis: Eoin Colfer, 2006
Alih Bahasa: Poppy Chusfani
Terbit: Mei, 2012 (di Indonesia)

Sebenernya sich saya sudah lamaaaaaa....membaca seri kelima Artemis Fowl ini dari versi e-book bahasa Inggrisnya, tapi berhubung saya penggemar berat Artemis, dan ini adalah salah satu novel yang (menurut saya) wajib dikoleksi, jadilah saya membeli versi terjemahannya dengan ngutang sana-sini.

Ceritanya bermula dari (seperti biasa) riset Artemis tentang kaum peri. Berawal dari saling sadap informasi dengan si Centaur Foaly, Artemis menemukan spesies yang diduga telah lama menghilang dari muka bumi ini a.k.a demon. Berbekal informasi tersebut, Artemis dan Butler mengadakan perjalanan ke Barcelona, tempat yang diduga menjadi kemunculan demon berikutnya (demon selalu muncul dari waktu ke waktu di bumi). Analisis Artemis yang hampir tidak pernah meleset berujung penculikan 'singkat' oleh seorang (atau seekor) demon terhadap Artemis ke masa lalu dan bertemu Gaudi, arsitek yang membangun Casa Mila. Pengejaran Artemis terhadap demon pun berlanjut dan membawanya ke Teater Massimo Bellini, Sisilia dimana dia bertemu seorang gadis Perancis jenius bernama Minerva Paradizo yang akhirnya berhasil menangkap demon tersebut.

Kapten Holly Short dan Foaly, yang sekarang tergabung dalam organisasi rahasia LEP, dan meneliti tentang keberadaan para demon pun akhirnya harus bekerjasama dengan Artemis Fowl untuk menyelamatkan Hybras, pulau demon yang sedang terjebak dalam Limbo sejak seribu tahun yang lalu. Masalahnya, satu-satunya demon yang datang ke bumi dari Hybras sekarang berada di tangan Minerva Paradizo. Dan dimulailah adu kejeniusan antara Minerva vs Artemis dalam memperebutkan demon tersebut.

Ternyata masalahnya belum berakhir sampai disitu. Kemenangan singkat Artemis terhadap Minerva terusik oleh penghianatan anak buah Minerva, Billy Kong, yang menculik gadis itu untuk ditukar oleh demon. Kini Artemis pun harus menyelamatkan saingannya itu dengan rencana yang hampir mustahil dilakukan.

Cover Artemis Fowl series dalam berbagai versi:
 

Comment
Cerita buku kelima ini menurut saya sangat spektakuler. Suspense tanpa hentinya sangat memanjakan pembaca yang seperti sedang main roller coaster. Pace-nya juga sangat cepat (seperti semua buku Artemis Fowl lainya). Percakapan cerdas di buku pun membanjir tanpa henti, apalagi dengan adanya saingan Artemis yang sama-sama jenius, Minerva Paradizo. Dialog-dialog Artemis dan Foaly yang terkadang sarkastis namun cerdas pun masih sering mengundang tawa. membaca Artemis Fowl membuat saya berpikir karena dialognya bukan hanya dari A ke B ke C, namun terkadang dari A ke D baru ke B. Luar biasa.

Berikut adalah beberapa dialog favorit saya:

"Aku berpindah dari menyelamatkan dunia ke pelajaran geometri dalam seminggu. Aku bosan, Holly. Intelektualku tidak tertantang..." --Artemis Fowl

"...Aku pernah menulis tentang itu dalam Pshychology Today dengan nama samaran Doctor C. Niall DeMencha."
Minerva cekikikan, "Aku mengerti. Senile Dementia-Pikun Kronis. Bagus sekali."

"Kau pernah meretas audio feed?" tukas Foaly. "Bisa apa lagi ponselmu itu?"
"Bisa main solitaire dan minesweeper," jawab Artemis polos.

Hal paling spekakuler yang dilakukan Artemis adalah saat dia memberikan kekuatan sugesti melalui kata-katanya untuk bertransaksi dengan Billy Kong mengenai tempat transaksi mereka. Juga aksi penyelamatannya terhadap Holly yang 'dibunuh' oleh Abbott di Hybras, hampir saja membuat saya mewek.

Yang paling unik, menurut saya adalah hubungan antara Artemis dan pengawal pribadinya, Butler. Hubungan mereka bukan sekadar antara bos dan bawahannya, tapi lebih mirip seperti ayah dan anak. Aksi penyelamatan drastis Artemis terhadap Butler di dua seri sebelumya sudah cukup membuktikan hal tersebut. Di buku ini, pun hubungan tersebut sempat tereksplor dengan baik di adegan akhir cerita:

   "Artemis. Memang kau. Aku mulai berpikir...Tidak, tidak. Aku tahu kau akan kembali." Kemudian dia berkata lagi dengan lebih yakin. "Aku tahu. Aku selalu tahu."
    Si pengawal pribadi memeluk Artemis, dengan tenaga cukup kuat untuk mematahkan punggung beruang. Artemis berani bersumpah dia mendengar isakan, tapi ketika Butler melepaskannya, lelaki itu tampak tangguh seperti biasanya.

Oh ya, menurut saya, tokoh Artemis agak mirip dengan tokoh Ciel Phantomhive dari manga Black Butler karya Yana Toboso. Hubungan majikan-pengawal di dua cerita tersebut juga agak mirip, meski tokoh Butler dan Sebastian jauuuuuhhhhh baget bedanya. heheee....

Sedikit Tentang Penulis (Eoin Colfer)
 Penulis asal Irlandia ini lahir di Wexford, Irlandia pada tanggal 14 Mei 1965. Namanya mulai dikenal luas sejak novelnya Artemis Fowl #1 dirilis tahun 2001. Berkat Artemis Fowl jugalah dia langsung melejit sebagai New York Best selling Author untuk buku remaja dan anak-anak.



Kamis, 27 September 2012

Eragon (Inheritance #1) by Christopher Paolni

Author: Christopher Paolini
Publisher (Indonesia): Gramedia Pustaka Utama

Berhubung saat ini saya sedang membaca seri pamungkas dari tetralogy Inheritance ini, tidak afdol rasanya kalau seri sebelumnya belum saya ulas. So here we go...

Jujur saja, pertama kali saya membaca kisah ini adalah saat saya masih duduk di bagku SMA, dan merupakan buku pinjaman salah satu sahabat saya yang baik hati (yang namanya tidak akan saya sebutkan disini. Takutnya dia jadi ge-er berat kalau baca tulisan saya, hehee...). Anyway, intro kisah ini terus terang bikin saya ngantuk. Mungkin karena ini adalah seri pertama, dan saya belum menikmati kisah petualangan si penunggang muda ini. Namun setelah menuju ke halaman 100 keatas, wow...saya bahkan tidak bisa menutup buku ini saking penasarannya. Dan saat akhirnya saya 'terpaksa' mengembalikan buku ini pada pemiliknya, saya berlari ke toko buku untuk membeli buku ini sebagai koleksi pribadi, heheee...

Dimulai dengan prolog yang (menurut saya) agak membingungkan saat dibaca pertama kali, lalu kisah dimulai dengan 'penampakan' si tokoh utama kita, 'Eragon' yang sedang berburu di Spine. Tanpa sengaja Eragon menemukan sebuah batu mulus berbentuk telur besar berwarna biru (terus terang ya, saya heran kenapa Eragon tidak curiga dari awal kalau itu telur naga. Padahal dari awal pembaca saja sudah tahu bahwa itu telur naga) yang tentu saja (namanya juga novel) dipungut oleh Eragon, dibawa pulang dan disimpan. Singkat kata, pada suatu malam, tanpa diduga oleh Eragon, keluarlah makhluk seperti reptil bersayap warna biru dari dalam batu yang ternyata bukanlah batu tapiii.....jreng jreng jreeeng....'telur naga'...! Saat Eragon menyentuh aga itu untuk pertama kali, terbentuklan Gedwey Ignasia di telapak tangan Eragon yang mengikat takdir mereka bersama selamanya sebagai Penunggang dan Naganya. Masalahnya, Eragon tinggal bersama pamannya, Garrow dan sepupunya Roran, dan Eragon yang lugu yang berusaha menyembunyikan Naganya, akhirnya membawanya ke hutan. Saat itulah Eragon mengetahui bahwa Naga merupakan makhluk cerdas dan bisa berbicara (terkadang bahkan dengan sarkasme yang tidak perlu), dan menamainya Saphira.

Tak disangka, rumor keberadaan naga ini membawa petaka bagi Eragon dan keluarganya. Raja Galbatorix, yang merupakan Penunggang terakhir dari masa kejayaan para Penunggang, yang sekarang memerintah Kekaisaran dengan semena-mena, mengirim beberapa anak buahnya untuk membakar rumah Eragon, dan membunuh penghuninya. Eragon selamat karena Saphira menculiknya untuk penerbangan pertama mereka, dan Roran yang sedang bekerja di kota pun terhindar dari bahaya. Garrow yang terluka parah akibat serangan tersebut pun meninggal tak lama kemudian, membuat Eragon yang merasa bersalah pergi tanpa pamit dari desa Carvahall bersama Saphira. Namun si tua Brom, pendongeng desa, bersikeras mengikuti Eragon. Dan dimulailah perjalanan trio ajaib ini mengeliling Kekaisaran.

Selama perjalanan, Brom mengajarkan Eragon seni berpedang, sihir, dan keterampilan membuat pelana naga. Namun perjalanan mereka tidaklah mudah. Brom tewas dalam salah satu penyerangan dari anak buah Galbatorix, dan Eragon selamat karena pertolongan pemuda asing misterius bernama Murtagh. Sejak itu dimulailah petualangan mereka bersama, mulai dari misi penyelamatan seorang Elf dari penjara Gil'ead, penerbangan gila-gilaan ke Pegunungan Beor, tempat kaum Varden berada, sampai pertempuran hebat Farthen Dur dimana Eragon membantai Shade pertamanya. Namun semua itu hanyalah sebuah awal, karena petualangan yang lebih gila menanti mereka di buku-buku selanjutnya.

Comment
Memang banyak yang memirip-miripkan kisah di buku ini dengan serial Harry Potter-nya J.K Rowling, ataupun The Lords of the Rings-nya J.R.R Tolkiens, yang memang harus saya akui, agak sedikit mengingatkan saya pada kedua kisah yang disebut diatas tadi. Dan nama 'ERAGON' sendiri menurut saya adalah plesetan dari 'DRAGON'--tinggal ganti aja huruf 'D' dengan urutan alfabetik setelahnya, yaitu 'E'. Namun kisahnya sendiri menurut saya sangat original, dan unik. apalagi dengan tambahan banyak bahasa makhluk-makhluk non-manusia, seperti Bahasa Kuno-nya para Elf, atau Bahasa Kurcaci...semakin salut dech sama penulisnya!

Berikut adalah gambar seri lengkap INHERITANCE terbitan GPU:


Sedikit Tentang Penulis (Christopher Paolini)
Si penulis guwanteng ini lahir di Los Angeles, California pada tanggal 17 November 1983. Saat menulis buku pertamanya, Eragon, dia masih berumur 15 tahun (wow!) dan tinggal di Paradise Valley, Montana, yang katanya pemandangannya yang eksotis mengilhaminya tentang Alagaesia. Dia mengikuti program home-schooling dan berhasil lulus dari SMA saat berumur 15 tahun juga! (saya aja 17 tahun baru lulus SMA, heheee...). Asal tahu saja, Eragon sempat dibikin filmnya (yang menurut saya tidak sebagus bukunya), dan karena tidak terlalu sukses, tidak dilanjutkan sequelnya.

Selasa, 04 September 2012

The Princess Diaries (Meg Cabot)


Penerbit: Gramedia Pustaka Utama

Review ini ditulis dalam rangka mengenang masa lalu (ceilah...). Pada jaman dahulu kala, saat saya masih duduk di bangku SMA, salah seorang teman mengajak saya pulang bareng, nebeng mobil ayahnya (lah,,,kok jadi gini ceritanya?!). Singkat cerita, kita sempat mampir di toko buku deket sekolah gitu. Pas jaman itu (saat itu saya tinggal di Purwokerto), TB Gramedia belum exis, jadilah kita mampir ke toko buku antah-berantah (saya sebut antah-berantah karena saya lupa namanya). saya bahkan masih ingat, susah sekali mencari beberapa buku tertentu yang ingin saya baca, dan...oke, kembali ke topik semula. Intinya, ketika masuk ke toko buku, mata saya tertambat pada sebuah buku PINK dengan cover yang imuuut sekali. Judulnya juga manis: "The Princess Diaries". Maklumlah, saya yang saat itu masih berumur 15 tahun, masih belum meninggalkan fase kekaguman-terhadap-cerita-tentang-princess. Mungkin karena pengaruh kebanyakan nonton kisah Disney. Anyway, cover yang membuat saya langsung jatuh cinta pada pandangan pertama itulah yang menimbulkan dorongan untuk memiliki dan membacanya. Dan jujur saja, saat itu saya tidak kecewa lho! Bahkan ini adalah salah satu buku favorit saya saat SMA (mungkin sampai sekarang masih, heheheee...).

Oke, langsung saja. Ceritanya dikisahkan dari sudut pandang orang pertama (ya iyalah, bentuknya DIARY gitu loohh...), seorang anak SMA Albert Einstein di Manhattan, New York. Mia Thermopolis tinggal di sebuah apartemen sederhana bersama ibunya (Helen Thermopolis) yang bekerja sebagai pelukis freelance. Kehidupan Mia jauh dari glamour; dia bukan anggota cheerleader atau grup populer manapun, dia punya masalah harian dengan rambut yang susah diatur, kucing (Fat Louie) yang kegemukan dan sering menelan kaus kaki, sahabat super jenius yang lumayan rese, dan dada rata yang sering menjadi ejekan Lana Weinberger, musuhnya di sekolah. Pokoknya derita anak SMA gitu lah,,,(merasa senasib, saya meneruskan membaca).Namun kehidupannya berubah total saat Neneknya dari pihak ayahnya (Clarisse Marie Grimaldi Renaldo) datang, dan terungkaplah bahwa dia adalah pewaris tahta kerajaan Genovia (terletak di dekat Perancis--katanya sih), dan harus segera menjalani pelatihan menjadi puteri karena Ayahnya yang menderita kanker buah zakar, tidak bisa memiliki keturunan lagi. Lalu dimulailah kehidupan baru Mia sebagai puteri dari kota New York. Dia beranjak dari seorang anak yang paling tidak populer menjadi gadis paling diidamkan di sekolah; bahkan namanya pun berubah menjadi Amelia Mignonette Grimaldi Thermopolis Renaldo.

Ceritanya seru, namun diceritakan dengan gaya bahasa anak muda yang enak dimengerti, ringan dan humoris. Bentuk diary pada novel ini juga sangat memberikan gambaran jelas mengenai karakter si tokoh utama, maupun pemikiran-pemikirannya mengenai karakter lain dan interaksinya. Kredit juga layak diberikan bagi penerjemahnya, karena menurut saya terjemahannya sangat oke. Berikut adalah beberapa karakter utama dalam buku ini:

Amelia Mignonette Grimaldi Thermopolis Renaldo (Mia Thermopolis)
Gadis jangkung dengan dada rata dan rambut yang susah diatur ini lebih suka dipanggil MIA, dan punya kebiasaan menggigiti kuku jari (yang harus ditempeli kuku palsu saat memulai pelajaran menjadi Puteri). Dia punya bakat menulis, dan pada akhir cerita berhasil menerbitkan sebuah buku berjudul Ransom My Heart, namun di buku pertama ini, dia belum menyadari bakatnya sama sekali, dan masih dalam tahap pencarian jati diri dan pencapaian aktualisasi diri. Pada awal cerita, Mia sempat naksir seorang cowok yang bernama Josh Richter (pacar saingannya Lana Weinberger), namun lambat laun menyadari bahwa dia sebenarnya jatuh cinta pada kakak sahabatnya, Michael Moscovitz yang jenius.

Clarisse Marie Grimaldi Renaldo (Grandmere)
Nenek Mia yang merupakan Janda Pangeran ini memang memang memiliki sifat unik. Jarang sekali menunjukkan kabaikan hatinya, sangat disiplin dan keras namun sebenarnya lembut hati. Hal yang aneh adalah dia mentato eyeliner di kelopak matanya agar dia tak perlu memperbarui eyeliner-nya setiap pagi (cape deeech...).

Lily Moscovitz
Lily adalah sahabat Mia sejak TK. Mia sering bilang mukanya mirip anjing pug (itu jenis anjing apa sich?). Namun Lily adalah gadis jenius yang memiliki acara TV sendiri di TV cable berjudul "Lily Tells It Like It Is". Dia adalah seorang idealis yang terkadang bertindak agak melanggar batas dan sering membuat Mia jengkel.

Ada juga beberapa karakter lain seperti Michael Moscovitz (pacar Mia dan kakak Lily), Tina Hakim Baba (sahabat Mia di sekolah), Lars (Bodyguard Mia yang mengikuti Mia kemanapun), dan lain-lain yang kalau saya sebutkan satu persatu bisa menimbulkan masalah copyright karena mending dicopy paste aja tuch buku, hihiii... Anyway, this book is one of the books I enjoyed so much.

Sedikit Tentang Penulis (Meg Cabot)
Meggin Patricia Cabot (Meg Cabot) adalah penulis asal Amerika yang lahir pada 1 Februari 1967. Kebanyakan buku yang ditulisnya bertemakan fiksi dan young-adult, atau chick literature. Karyanya bahkan sudah lebih dari 50 buah.

Daftar buku The Princess Diaries Series (yang terbit di Indonesia):
Daftar diambil dari http://id.wikipedia.org/wiki/Meg_Cabot

Jumat, 29 Juni 2012

The Society of S (by Susan Hubbard)


Publisher: Gramedia
Pages: 391 (Indonesian version)
Price: Rp.15.000,- (Pesta Buku Gramedia Java Mall Semarang)

Di sebuah rumah bergaya Victoria di Saratoga Springs, New York, tinggal seorang gadis remaja dua belas tahun bersama ayahnya. Gadis itu bernama Ariella “Ari” Montero. Gadis itu melewatkan banyak waktu dengan membaca dan bertukar pikiran dengan ayahnya yang merupakan seorang ilmuwan. Ketika Mrs. McGarritt, koki di kediaman Montero bertanya apakah Ari merasa kesepian, Ari bahkan tidak mengerti arti rasa kesepian…hingga suatu saat Mrs. McGarritt mengundang Ari ke rumahnya dan untuk pertama kalinya dia merasakan arti kehangatan sebuah keluarga—dia bersahabat dengan Kathleen, salah satu putri Mrs. McGarritt, dan bahkan mendapatkan ciuman pertama dari Michael, kakak Kathleen. Ketika akhirnya menginjakkan kakinya di rumah mewahnya dan berbincang dengan ayahnya, barulah Ari tahu makna dari rasa kesepian.

Satu hal yang selalu dihindari oleh Raphael Montero adalah membicarakan istrinya, yang entah dimana. Ari pun tidak tahu banyak mengenai keberadaan ibu kandungnya yang misterius. Hal ini menjadi awal pencarian Ari mengenai masa lalu keluarganya. Sementara itu fakta mengerikan yang ditemukan Kathleen mengenai Raphael membuat Ari semakin penasaran. Ayahnya tidak muncul dalam foto! Bagaimana hal ini mungkin terjadi? Terdorong rasa penasaran, Ari pun menggali lebih dalam tentang hal-hal yang berhubungan dengan keluarganya, tentang alasan menghilangnya sang Ibu, dan tentang keanehan sang ayah yang ternyata adalah Vampir. Keinginannya semakin kuat setelah kematian tragis Kathleen. Siapa pembunuh Kathleen yang sebenarnya? Apakah ayahnya terlibat? Ari pun memutuskan untuk kabur dari rumah ke Savannah dan menemui Sophie, kakak ibunya.

Kisah ini diceritakan dari sudut pandang Ariella. Gaya bercerita Ariella yang cerdas tidak mengindikasikan bahwa dia sebenarnya masih dua belas tahun. Narasinya cukup unik, meskipun harus saya akui pace-nya agak lambat. Suspense-nya menrut saya agak kurang nendang. Apalagi karakter Ari yang emosinya cukup datar sehingga pembaca agak kurang memahami apa yang sebenarnya dirasakan si tokoh utama. Salah satu kelebihannya adalah si penulis banyak memasukkan unsur-unsur sastra klasik dalam cerita ini—biasanya terselip pada diskusi cerdas antara Ari dan Raphael—terutama pambahasan panjang mengenai salah satu puisi Edgar Allan Poe yang berjudul Annabel Lee. Namun jika kau penggemar kisah Vampir klasik, sepertinya buku ini akan cukup memuaskan. Over all, enjoy!

Love, Ika

Jumat, 15 Juni 2012

The Naked Traveler 2 (by Trinity)


Buku The Naked Traveler 2 ini terdiri dari 8 bagian (Gila-Gilaan, Indonesiana, Traveling Membawa Nikmat,Apa Rasanya, Sekolah ϑî Filipina,Belajar dari Sini, Bandingkan, dan Narsis.com) yang masing2 bagiannya terdiri dari beberapa potongan cerita Trinity saat menjelajah dunia.

Konsepnya masih sama, tentang suka duka si penulis mengenai pengalamannya saat traveling. Banyak juga kisah2 yang unik dan lucu sampai yang bikin ngakak. Gaya bahasanya ringan namun enak diikuti, pembaca pun jadi enjoy bacanya.

Namun sepertinya ãϑα beberapa bab yang sudah ãϑα ϑî buku pertama, ternyata eh ternyata muncul lagi ϑî buku kedua. Sayang sekali. Jadi saat membacanya agak2 de javu, "kok sepertinya saya sudah baca cerita ini..dimana Ɣªª? Oh iya, ϑî buku yang pertama!".

Pernah suatu kali buku ini saya bawa ϑî kelas (karena kebetulan saya seorang guru) saat murid2 sedang ujian; itu artinya si guru bisa duduk manis sambil membaca buku. Sialan! Gak lagi2 dech...saya sampai hampir terkencing-kencing menahan tawa saat membaca bagian yang lucu! Ga enak kan murid saya serius ujian tapi saya sebagai pengawas malah cekikikan. Fiuuhhh...

The Amulet of Samarkand (The Bartimaeus Trilogy #1) by Jonathan Stroud





 status: buku pinjaman

Karena aku bacanya yang versi bhs Indonesia, review nya jg pake bhs Indonesia aja yach...

Setting ceritanya ϑî London, Inggris dimana Perdana Menteri beserta seluruh menteri ϑî parlemen sebenarnya penyihir. Para penyihir memerintah ϑî negeri ini secara terang terangan, dan menyebabkan banyak tatapan tidak suka dari sejumlah 'commoner'.

Cerita bermula dari keisengan Nathaniel, seorang bocah murid penyihir kelas dua yang berusia 12 tahun, yang nekat memanggil Jin berusia 5000 tahun (tanpa diketahui oleh masternya, Arthur Underwood), Bartimaeus (ga tau kenapa aku sering mispell kalo nulis nama ini. Jd mulai sekarang aku panggil Barty aja biar lebih gampang, heheee). Nathaniel memerintahkan Barty untuk mencuri Amulet Samarkand dari tangan seorang master penyihir bernama Simon Lovelace. Tak disangka, masalah ini berujung konflik berdarah perebutan kekuasaan.

Para penyihir diajari untuk tidak sembarangan memberitahu nama lahir mereka, karena nama memiliki kekuatan yang mengikat. Oleh sebab itulah, saat berumur 12 tahun, setiap penyihir muda akan diberikan nama baru yang menjadi nama resmi mereka, agar nama lahir mereka tetap tersembunyi. Malangnya bagi Nathaniel, yang baru saja menginjak 12 tahun, sebelum nama resminya sempat dipilih, Barty terlanjur mengetahui nama lahirnya. Kekuasaan satu arah bagi penyihir dan makhluk yang dipanggilnya pun sekarang tidak berlaku bagi mereka berdua. Hal ini meminta tindakan drastis dari Nathaniel untuk mencegah Barty mencelakainya, membuat mereka terpaksa bekerjasama menghadapi rencana licik Simon Lovlace.

Yang paling menarik adalah pergantian sudut pandang dari Bartemious eh Bartimaeus...,maksudnya Barty, yang diceritakan dari sudut pandang orang pertama, ke Nathaniel dengan sudut pandang orang ketiga. Barty-point-of-view malah sangat menarik karena karakter Barty yang jahil sangat tergambar jelas dalam dialog yang kocak dan catatan kaki yang aneh. Basically, he's a total smartass. Akhir ceritanya sendiri tidak terlalu ber-twist, tp suspense nya cukup membuatku terjaga semalaman dengan rasa penasaran.

Enjoy!

Vampire Academy (by Richelle Mead)

 I read this book just out of curiosity. Well, at least it's not as boring as the last fiction book I read, no offense.

Ok, so the setting is in a boarding school named St.Vladimir, where Moroi and Dhampir are educated. Moroi basically is a term for vampire. But the interesting part is that they are just another species, just like human; they get married, they have family, they give birth to their children, they get sick, and they die. Dhampir is a term for half-Moroi. The funny thing is, female dhampir can give birth to dhampir children, but male dhampir cannot have babies. So U can imagine that female dhampirs need male Moroi to produce another dhampir. Because of this funny fact, the Guardian system is built. Dhampir guardians protect Moroi.

Rose is a dhampir guardian novice in St.Vladimir Academy. She has a "bond" with her Moroi best friend, who happens to be a princess, Vasilisa (Lissa) Dragomirs. The "bond" between Moroi and guardian is an old legend, started with St.Vladimir himself and his Guardian, Anna, thousands years ago. So why do Rose and Lissa have it now?
It turns out that Rose can sort of feel and read Lissa's emotions, and Lissa has unimaginable power to bring the deads back into the living. But this fact can be boomerang for them. Another royal try to hurt Rose and kidnap Lissa because of her healing power.

The beginning of the story is a bit boring actually, because the pace is soooooo slow. It's like reading in a slow motion, and it happens in the first half of the book. Thankfully, the last half is better. The pace is faster, and the suspense is growing. It's not bad to have a character like Dimitri, a badass god guardian slash Rose's mentor (Rose has a crush on him). The twist is pretty good in the end, but not really surprising. And the plus point is the main characters are both heroes, they try very hard to get what they want, and they protect each other. I'll consider to read the sequel, I think the story will be better in the next book, but who knows? Anyway, this book is still worth reading.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...